Minggu, 09 November 2008

Lembah Nirbaya

Ahad, 9 November 2008 tepat pukul 00.15 WIB 3 timah panah menembus dada sebelah kiri (jantung) 3 terpidana bom Bali 1. Lembah Nirbaya adalah tempat eksekusi mati bagi ke-3-nya : Amrozy, Muchlas & Imam Samudra. Darah memuncrat dr para 'syuhada/ teroris'

Selasa, 30 September 2008

Lebaran 1429 H

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1429 H / 1 Oktober 2008 M.

Minggu, 31 Agustus 2008

Marhaban Ya Ramadhan...

Bulan suci Ramadhan 1429 H telah tiba. Kita semua berharap, semoga di bulan yg penuh rahmat, ampunan & barokah ini kita semua mendapatkan kemuliaannya. Teriring jg do'a semoga kita mendapatkan kesucian lahir bathin. Amien. Marhaban Ya Ramadhan ...

Kamis, 17 Juli 2008

Hari ini 2 Tahun yang Lalu (15)

Suasana sangat mencekam. Bau amis air laut merambah ke mana2. Tetanggaku yang tersìsa hanyalah Lik Dakir dan Mas Habib, kalau Mas Habib memang tentara & ada tugas khusus, sehingga stelah mengamankan keluarga dia langsung ada panggilan tugas.

Hari ini 2 Tahun yang Lalu (14)

Setelah dipastikan aman, aku meluncur ke Glempangpasir. Dalam keadaan gelap, hanya terlihat satu dua orang saja yg kutemui sepanjang perjalanan. Itupun dalam jarak yg sangat jarang. Setibanya di rumah, keadaan rumahku & tetangga sangat gelap.

Hari ini 2 Tahun yang Lalu (13)

Mbahnya Imam sedang bercengkerama. Ketika kutanya kenapa nda mengungsi, mereka menjawab, pasrah sudah tua ikih, katanya. Sing penting anak cucuku selamet kabeh, aku kan wis tua, mati juga nda papa.
Begitulah mereka. Setelah kupastikan aman, akhirnya aku

Hari ini 2 Tahun yang Lalu (12)

Dia bilang sekarang sedang di rumahku, tapi katanya nda ada sapa2. Aku bilang, tunggu sbentar, aku sedang di welahan, sbentar lagi sampai rumah.
Di Welahan ku cek rumah Mas Kirno, ternyata di dalam rumah ada cahaya lilin. Stelah ku masuk ternyata ada

Hari ini 2 Tahun yang Lalu (11)

Sekitar jam 9 malam, aku kembali ke Glempangpasir lewat Welahan Wetan utk mengecek keadaan & mengunci rumah Mas Kirno. Suasana gelap gulita, tak ada lampu tak ada penerangan jalan, karna sejak tsunami listrik mati total. Di perjalanan aku d telepon Abas

Hari ini 2 Tahun yang Lalu (10)

Sekitar jam 8 malam kami sampai Di Pucung Kroya. Di sanalah kami beristirahat dan mengungsi.
Tak ada barang2 yg dibawa, kecuali pakaian Ahan & Tari, serta susu anak. Kami & segenap saudara kumpul di sana.

Hari ìni 2 Tahun yang Lalu (9)

terus berdoa, "Ya 4JJI selamatkanlah kami dari bencana tsunami. Selamatkanlah mba ai, ahan, ayah, ibu, mbah kakung & mbah uti" sambil menangis & mengigau. Sementara itu,
Risma, putranya Mas Habib sendirian pakai sepeda onthel. Sempat hilang jejaknya.

Hari 2 Tahun yang Lalu (8)

Kanan, kiri, depan dan belakang penuh sesak kendaraan. Perjalanan Glempangpasir - Kroya dalam kondisi normal bisa ditempuh dlm waktu 15 menit, hari itu persis ditempuh dlm waktu skitar 1,5 jam.
Sepanjang perjalanan, Tari anak sulungku walaupun baru 4 th

Hari ini 2 Tahun yang Lalu (7)

Kamipun gabung & terlarut dalam arus gelombang manusia di jalan raya. Kulihat ribuan orang bergerak ke arah yg sama, ke arah utara. Jalanpun macet total, tak ada jalan alternatif. Ada yg jalan kaki, pakai sepeda, motor, dan mobil. Kami merayap rapat,

Hari ini 2 Tahun yang Lalu (6)

Dari arah barat terlihat ada sepeda motor yg ditunggani 2 orang dg kecepatan tinggi melintas di depan kami. Orang tersebut teriak2 tsunami menuju ke perkampungan. Pakaiannya terlihat basah & kotor. Smentara rambutnya basah bercampur dengan butir2 pasir.

Hari ini 2 Tahun yg Lalu (5)

Sementara, istriku sambil menggendong si kecil Ahan memboncengkan bapak mertua pakai motor bangau. Kami berenam mampir dulu ke rumah kakak yg tdk terlalu jauh dr sana, dg maksud tuk buat kejelasan mau mengungsi dimana. Setelah sepakat, kami pergi ke Kroya

Hari ini 2 Tahun yg Lalu (4)

Dengan maksud tuk memberi informasi, kuhubungi kawanku yg di Kota Cilacap. Namun hubungan komunikasipun trputus2 karena situasi yg kacau, tapi dia sdh tahu yg sy maksudkan. Ku ambil sepeda motor dan kubonceng ibu mertua (alm) & Tari anak sulungku.

Hari ini 2 Tahun yang lalu (3)

tiba terdengar suara kendaraan bermotor & gaduh orang2 sambil teriak2 tsunami dari arah jalan raya yg tdk begitu jauh dari rumah. Utk menegaskan suara itu maka kumatikan tv & lari keluar rumah. Setelah dpt kejelasan, maka kulari ke rumah tuk ngambil HP.

Rabu, 16 Juli 2008

Hari ini 2 Tahun yang Lalu (2)

yg tidak terlalu lama. Awalnya aku terkejut, tetapi bberapa saat kemudian aku biasa lagi melanjutkan nonton TV. Akh, paling mercon, pikirku. Namun dlm hatipun aku bertanya, apa iya ada mercon ? Bulan puasa kan masih lama? Sebelum keherananku hilang tiba

Hari ini 2 Tahun yg Lalu (1)

Sepulang Masa Orientasi Siswa (MOS) dì Sekolah, kusempatkan utk bersantai dengan menonton acara infotainmen di sebuah Stasiun Televisi. Sementara ketika waktu menunjukkan pukul 15.30 WIB, dari arah selatan terdengar dua buah ledakan dengan interval waktu

Senin, 14 Juli 2008

Teringat Tsunami (2)

yang sangat mengerikan itu. Wanita, laki-laki, anak2, orang dewasa, dan orang tua menjadi korbannya. Utk memperingati hal itu, di beberapa pantai dibuatlah tugu2 peringatan. Di Pantai Madasari Ciamis dan Pantai Widarapayung Binangun Cilacap Jawa Tengah

Ingat Tsunami (1)

3 hari ke depan adl hari yg sangat memilukan sekaligus mengerikan 2 th yg lalu, khususnya di Pantai Selatan Jawa. Bagaimana tdk, ribuan atau bahkan jutaan warga pesisir pantai pergi mengungsi ke daerah yg aman. Ada ratusan jiwa melayang karna gelombang

Rabu, 02 Juli 2008

Liburan Ke Rumah Nenek

Liburan telah tiba. Tari sudah didaftarkan sekolah di SDN Pedasong 2 Adipala Clp. Liburan ini, kami skeluarga mau ke rumah nenek di Ciamis. Tadinya mau seminggu yg lalu tp karna ayah&ibu ikut KML maka rencana itu baru trwujud bsok pagi. Smoga slamat s7an

Minggu, 29 Juni 2008

Penutupan KML 2008

Hari ini, ahad 29 Juni 2008 kegiatan KML yg dselenggarakn Lemdikacab Cilacap dg brtempat d SMPN 1 Binangun tlah selesai dlaksanakan.Dari 44 peserta dipilih 10 terbaik. Rangga Jumena adlh peserta terbaik 1, Jayus Ka Kwarran Binangun 2&Sobirin 'Mr. Bean' 3

Rabu, 25 Juni 2008

KML 2008

Mulai senin-sabtu, 23-29 Juni 2008 dgn brtempat d SMP N 1 Binangun Cilacap diaadakan Kegiatan Kursus Mahir Lanjut [KML] 2008. Jumlah pserta yg ikut sbanyak 46 orang, yg brasal dr Pembina Siaga, Penggalang sampai Penegak, serta trsebar dari SD, SMP&SMA.

Jumat, 20 Juni 2008

Semarak Perpisahan 2008

Dgn brtempat d Lap. SMPN 1 Binangun,Cilacap,Rabu,18 Juni lalu tlh diadakn Kegtn Perpisahn&Pelepasn kls
9.Kegiatan tsb diikuti&dimeriahkn oleh seluruh elemen civitas akademika,spt: Kepala Sekolah,
dewan guru,karyawan&slrh siswa dg mnampilkn macam2 kreasi.

Sabtu, 14 Juni 2008

Cristina, (14 th), Binangun

Adik saya tertawa


Senin 17 Juli 2006. Waktu itu saya sedang bermain dirumah teman. Tiba-tiba ada salah seorang tetangga saya berlari panic dan sangat ketakutan. Dia berteriak, “Tsunami… tsunami…” sambil terengah-engah.

Sontak kaget dan saya langsung berlari pulang ke rumah. Ketika sampai di rumah, adik dan kakak saya sudah siap-siap di atas motor. Saya langsung naik ke atas motor tanpa bersiap-siap untuk membawa harta benda sepeserpun.

Dalam perjalanan kami menjemput nenek kami.

“Mbah, mbah, tsunami…. mbah!!” kata adik saya berteriak.

Nenek saya yang waktu itu berada di sawah berlari ketakutan tanpa membersihkan diri terlebih dahulu.

Selanjutnya kami pergi dengan menggunakan motor ke rumah saudara kami yang ada di Desa Danasri. Di sana nenek saya membersihkan diri dari kotoran sawah dan meminjam pakaian. Tapi setelah kami memberi kabar bahwa ada tsunami. Seluruh warga di desa tersebut ikut melarikan diri.

Kami pun terus pergi melanjutkan perjalanan kearah utara untuk mencari tempat yang lebih tinggi.

Di tengah perjalanan, kami melihat banyak orang yang melarikan diri. Diantara mereka kami melihat ada sepasang kakek dan nenek yang berboncengan dengan menggunakan sepeda onthel.

Adik saya tertawa karena melihat ada orang berlari dengan mengenakan handuk dan rambutnya masih penuh dengan shampoo.

Kami terus berlari menggunakan motor kea rah utara. Sesampainya di perbatasan Desa Jati dengan Sirau, kami mendengar kabar dari seorang Kepala Desa bahwa air laut sudah kembali surut. Dengan perasaan yang agak tenang, sesampainya di rumah, saya mandi dan membersihkan diri.

Setelah itu, ada salah seorang kawan saya bercerita bahwa rumah paman saya kemalingan.

Pagi harinya saya mendengar kabar bahwa di Daerah Pantai Widarapayung ada sekitar 98 orang yang tewas karena tsunami.

Akhmad Hidayat Syah, (13 th), Binangun

Terjadinya Bencana Tsunami


Pada tanggal 17 Juli 2006, aku pulang sekolah, lalu dibelikan sebuah sepeda. Pada pukul 16.00 terjadilah bencana tsunami di Pantai Widarapayung dan menghebohkan seluruh warga di desaku. Berduyun-duyun warga meninggalkan desa untuk mengungsi ke tempat yang lebih tinggi agar selamat.

Sementara itu aku dan keluargaku masih menunggu ayahku yang sekarang ada di pantai itu. Alhamdulillah ayahku selamat dan masih diberi umur panjang oleh Alloh SWT. Ternyata beliau masih hidup dan hanya luka sedikit.

Pada malam harinya di desaku seperti desa mati. Hanya keluargaku dan tetangga dekatku yang tidak mengungsi. Kami berbincang-bincang. Tak lama kemudian ke rumahku datang seorang perempuan dan keluarganya. Mereka menginap di rumahku satu malam dan mereka makan di rumahku.

Keesokan harinya datang seseorang dari Jakarta namanya Bang Nakin, ia ahli akupuntur dan pengobatan lainnya.Pada siang harinya ayahku mendapatkan sebuah sumbangan yaitu kardus mie untuk makan. Lalu mereka pergi lagi ke rumah salah satu teman ayahku.

Mereka berbincabg soal terjadinya tsunami itu yang menewaskan banyak orang. Kejadian itu terjadi begitu saja dan banyak nyawa yang hilang, bahkan ada wanita yang hamil meninggal di sana dan banyak bangunan yang rusak.

Hari berikutnya, di rumahku banyak sekali orang datang karena ingin diobati oleh bang Nakin. Semua pasiennya bisa sembuh labih cepat.

Beberapa waktu kemudian, melalui pemerintah, dilakukanlah pembangunan kembali Pantai Widarapayung. Dan pantai yang saat terjadinya tsunami mengalami kerusakan yang hebat dan menjadi prakporanda, maka kembali menjadi indah.

Namun kejadian tsunami masih berbekas di pantai itu dan masih memberi kenangan buruk bagi orang-orang di sana. Begitulah kisahku pada waktu tsunami itu terjadi dan begitu cepatnya merenggut nyawa seseorang yang sangat berharga.

Arif Setiawan, (15 th), Binangun

Bencana Tsunami di Pantai Selatan


Pada sore sewaktu sedang asyik bermain di sawah, cuaca cerah tetapi tiba-tiba berubah dengan drastic menjadi mendung. Dan pada saat yang sama orang-orang terlihat berlarian menuju rumah masing-masing. Aku pun bingung, lalu ada orang yang memberi tahu bahwa terjadi tsunami di Laut Pantai Selatan.

Aku pun langsung lari menuju ke rumah. Setelah sampai di rumah, tetangga saya pada menangis ketakutan. Lalu saya dan keluarga pergi mengungsi ke daerah yang lebih tinggi.

Saya naik motor, lalu di jalan terjebak kemacetan yang cukup panjang. Setelah sampai di pegunungan saya dan keluarga mengungsi di sebuah warung makan. Ternyata di situ saya bertemu dengan orang yang rumahnya tidak terlalu jauh dari pantai.

Dia berbicara ke saya katanya rumahnya terkena tsunami, tetapi untungnya semua anggota keluarganya tidak ada meninggal. Dia berbicara lagi, katanya tsunami itu terjadi Cuma 1 – 2 detik saja. Namun banyak pula menelan korban khususnya di desa Widarapayung dan Sidaurip.

Keesokan harinya saya pulang, tetapi di desa hari, katanya akan ada lagi tsunami susulan, tetapi ternyata tidak terjadi lagi. Sekitar 1 – 3 minggu peristiwa itu sudah terlupakan, tetapi kadang-kadang masih teringat. Kadang-kadang saya takut kalau bermain ke laut, tetapi sekarang sudah tidak lagi.

Ketika ada ramalan pada tanggal 21 Juni 2006, tsunami akan terjadi lagi, tetapi kani tidak percaya desa kami akan dilanda tsunami. Dan memang ternyata tidak terjadi lagi, kami pun sudah melupakan hal-hal yang tidak begitu baik itu.

Bambang DS, (15 th), Binangun


Bencana Tsunami di Pantai Selatan


Pada sore hari cuaca cukup beda dari hari biasa, karena hari mendung dan suara gemuruh si sebelah selatan. Tak lama kemudian, orang-orang berlarian sambil membawa harta benda dengan tergesa-gesa. Ternyata terjadi tsunami yang cukup tak diduga oleh saya, karena saya sedang berada di rumah teman saya. Kemudian saya pulang.

Di rumah tidak ada orang. Keluarga saya sudah lari terlebih dahulu. di desaku sepi sekali. Lalu saya mencoba mengungsi ke daratan yang lebih tinggi. Pengalaman saya itu takan terlupakan, karena bencana itu baru peretama kali di pantai saya. Untungnya air laut tidak sampai ke permukiman penduduk.

Kemudian saya mencari keluarga saya ke tempat para warga desa saya mengungsi. Perasaan saya cukup tidak tenang, karena saya juga belum berhasil menemukan mereka dan keponakan saya.

Hati saya tergores saat bibi saya dikabarkan meninggal karena bencana tersebut. Hati saya menangis karena bibi saya baru menikah sekitar 20 hari dan mengandung anak sekitar 2 bulanan.

Keesokan harinya keluarga saya mencari bibi saya yang belum ditemukan. Saat terjadinya bencana tersebut bibi saya dan suaminya sedang jalan-jalan di pantai. Pada siang ahrinya, alhamdulillah bibi saya berhasil juga ditemukan.

Periostiwa itu terjadi pada tanggal 17 Juli 2006. Saya cukup heran, karena kejadian tersebut tidak dipercaya akan melanda desa saya dan sekitarnya.

Selasa, 10 Juni 2008

Yusuf Budi AA, (13 th), Binangun


Saya dan keluarga sangat capai

Pada suatu hari tanggal 17 juli 2006 saya habis pulang bermain. Saya membuat layang-layang dengan gembira. Pada pulu 4 sore adzan ashar terdengar, saya juga sudah selesai membuat layangannya.

Tiba-tiba kulihat orang-orang yang dekat dengan pantai itu terlihat wajahnya yang sangat ketakutan dan saya dengan keluarga bingung.

Kemudian terdengar orang-orang berteriak tsunami. Semua orang panik mendengarnya. Saya sekeluarga langsung pergi ke arah utara. Di jalanan memang sudah sangat ramai sampai berdesak-desakan.

Saya dan keluarga sangat capai, panas dan pukul 05.30 sore saya dan keluarga tiba di Pageralang. Di Pageralang saya bertemu dengan tetangga saya. Kami semua duduk di tempat penjualan buah-buahan yang pada waktu itu kebetulan pemiliknya sedang tidak berrjualan.

Pada saat itu, ayah saya pergi untuk mencari makanan karena kami sekeluarga sangat lapar, sambil mencari informasi lewat HP tentang keadaan rumah. Pada waktu itu Hpnya ngedrop, jadi akhirnya nggak bisa menghubungi siapa-siapa.

Setelah ayah pulang, kami semua pergi lagi dan akhirnya benhenti lagi setelah jauh. Kebetulan ada orang yang menawarkan istirahat di rumahnya. Kami juga nggak tahu tiba-tiba orang itu memberi kami makanan, minuman.

Kami semua sangat bersyukur pada Tuhan dan berterima kasih pada orang itu. Malamnya kami belum pulang ke rumah. Kami diberi tikar untuk tidur di rumah orang itu.

Keesokan harinya setelah tahu informasi, bahwa di rumah aman, maka kami pulang dan berhenti di rumah saudara saya di Kroya dan kami menginap dua hari di sana. Setelah dua hari itu, kami semua pulang dan pada saat itu saya mulai masuk sekolah lagi.


Lisa Uswatun Khasanah, (13 th), Binangun


semua orang panik dan heboh

Pada tanggal 17 juli 2006 tepatnya hari senin jam 4 sore. Ada kejadian yang sangat mengejutkan semua orang. Pada saat kejadian itu saya baru pulang dari rumah teman. Tiba-tiba nenek saya memberi tahu katanya ada tsunami.

Saat itu pun semua orang panik dan heboh. Semua orang pergi mengungsi ke rumah saudara yang lebih aman.

Pada saat perjalanan menuju ke rumah saudara untuk mengungsi ada beberapa kejadian yang menghambat perjalanan, karena jalan sangat ramai dan penuh dengan kendaraan bermotor. Setelah sampai semua orang bernafas lega dan sangat senang.

Pada pagi harinya kami pulang ke rumah. Keadaan masih sangat sepi, karena kebanyakan orang masih mengungsi. Mungkin masih takut akan tsunami susulan. Selang beberapa hari keadaan mulai membaik dan normal.

Setelah kejadian itu, semua orang menjadi mempunyai pengalaman yang pahit, sedih dan mungkin menyenangkan bagi mereka yang merasakan.

Crisma Ardhi PD, (14 th), Binangun


menginap di sebuah Mushola pribadi


Pada suatu hari setelah saya masuk SLTP. Beberapa hari kemudian tepatnya tanggal 17 juli 2006 pada sore hari aku mendengar suara ledakan. Saya kira itu petasan, malah setelah beberapa jam waktu kemudian banyak orang berlarian dari arah selatan. Semua panik dan teriak-teriak, “Tsunami…tsunami”.

Terus saya juga ikut panik. Saya pergi ke utara tanpa ada tujuan yang jelas, yang penitng menyelamatkan diri dan di perjalanan saya bertemu dengan teman, terus saya ngikut.

Sampai akhirnya saya dan teman berhenti di Sumpiuh dan menginap di sebuah Mushola pribadi. Lalu pada malam hari, saya tidak bisa tidur dan tidak tenang. Kemudian saya dikabari bahwa bapak, ibu, dan adik saya tidak pergi ke mana-mana.

Keesokan harinya, sekitar pukul 05.00 saya pun pulang ke rumah dan akhirnya semua selamat. Karena kebesaran Tuhan, malah di rumahku dijadikan tempat mengungsi dari saudara-saudaraku. Dan semua keluargaku merasa bahagia dan bersuka cita.

Karena anugerah Tuhan Yang Maha Esa, bencana, duka, luka telah dilewatkan dengan selamat.

Rina Setiawati, (14 th), Binangun


saya dan adik saya kebingungan

Pada tanggal 17 Juli 2006 pukul 16.00 di daerah Pangandaran atau Pantai selatan Jawa terjadi bencana tsunami.

Pada waktu itu saya dan adik saya sedang bermain. Tiba-tiba terdengar suara gemuruh dari pantai selatan dan banyak orang yang berlari sambil menangis mencari keluarganya masing-masing.

Saya dan adik saya kebingungan mencari anggota keluarga saya. Kemudian saya bertemu dengan kakak saya dan kami pun segera pergi ke tempat yang lebih aman. Kami pergi tanpa membawa uang sepeserpun dan tanpa membawa apa-apa.

Pada saat itu semua jalan penuh dengan orang-orang yang berlari sambil menggendong dan menggandeng keluarganya. Mereka berlari sambil menangis dan kebingungan. Saya dan keluarga saya mengungsi di rumah saudara di daerah pegunungan.

Setelah keadaan aman dan tidak ada isu adanya gempa atau tsunami susulan, kami sekeluarga pulang dengan perasaan was-was dan takut apabila ada kejadian yang sama lagi. Kami melakukan aktifitas seperti semula lagi.

Sabtu, 03 Mei 2008

Nasim Nurohman (13 th), Binangun, 019

Desa Widarapayung Wetan RT 09 RW 02 Cilacap
Kamis, 24 April 2008

TSUNAMI

Pada sore hari sekitar jam 16.00, aku di ajak teman-teman bermain layang-layang di laut, lalu aku dan teman-teman pulang mengambil layang-layang dan berkumpul di halaman rumah pamanku. Tapi waktu itu saya lupa membawa sepeda, lalu saya mempersilahkan temanku berangkat dahulu dan aku pun pulang mengambil sepeda.

Tak lama kemudian teman saya kembali naik sepeda dengan sangat cepat serta dia bertkata, “Tsunami.. tsunami...”

Kemudian aku lari dengan sepeda. Sedudah sampai di jalan dekat rumah, aku teringat ibu saya yang ada di sawah sedang menanam padi dan saya pun kembali lagi untuk menjemput ibu di sawah.

Sesampainya di tengah jalan aku melihat ibu sedang berlari kencang karena ada tsunami. Lalu ibu naik sepeda bersama saya dan lari secepat mungkin.

Sesampainya di desa Bangkal aku melihat kakakku naik sepeda montor dan saya pun memanggilnya dengan keras, sesudah kakakku melihat aku di jalan dia langsung membawa saya dan ibu ke tempat saudaranya tetanggaku. Dan aku pun menginap di sana.

Waktu orang berkata tsunami sudah tidak ada pagi-pagi aku pulang dan langsung ke laut. Di laut aku melihat orang-orang yang sudah meninggal, dan ada orang yang berkata bahwa saudaraku ada yang meninggal karena saat terjadi tsunami dia sedang mencari karang di laut.

Aku pun sangat sedih mendengar hal itu. Demikianlah cerita aku saat terjadi tsunami di pantai widara payung.

Ridlo Subagyo (13 th), Binangun, 018

Kamis, 24 April 2008

TSUNAMI

Pada suatu hari saya sedang bermain sepak bola dengan kawan-kawan. Wakti iyu saya mendengar suara gemuruh dari arah selatan. Saya kira itu Cuma suara biasa lalu saya melanjutkan permainannya.

Beberapa saat kemudian, ibu saya memanggil dan saya berakata, “ada apa bu?”
Lalu ibu saya menjawab sambil tergesa-gesa, “ ada tsunami”

Lalu saya dan teman-teman merasa ketaukatan dan saya pun langsung pulang sambil berlari-lari sampai di rumah. Saya langsung beres-beres yang harus dibawa untuk mengungsi. Setelah saya beres-beres langsung saya pergi dengan keluarga saya.

Kebetulan waktu itu ayah saya sedang pergi, jadi saya dan ibu berjalan kaki tidak terasa saya sudah berjalan sampai Pucung. Lalu saya berhenti sebentar sambil bertanya-tanya, “Airnya sudah sampai mana ?”

Seseorang menjawab, “Sudah sampai perempatan Widara payung”.

Lalu ada seseorang memanggil saya ternbyata itu adalah ayah saya. Lalu saya disururh cepat naik kendaraan lalu ayah saya memutuskan mengungsi ke rumah saudara saya yang ada di Buntu.

Setelah saya sampai ke rumah saudara saya, saya langsung diberi minum air putih.
Dan saya disuruh untuk menginap saja sampai suasananya tenang kenmbali. Tak terasa saya sudah menginap selama 3 hari, dan saya pun pulang kembali ke rumah.

Pada waktu sampai ke rumah saya sebenarnya maih takut / trauma dengan kejadian tersebut. Tapi hari demi hari pun berganti dan trauma saya pun sedikit demi sedikit jadi hilang serta aktifitas di desaku pun normal kembali.

Sebenarnya masih ada yang kurang, yaitu tentang Bapak Presiden Sby pada saat pulang banyak sekali helikopter. Salah satu heli kopter yang membawa Bapak presiden dan saya pun snang sekali bisa bertemu dengan Bapak Presiden, dan pengalaman itu tidak akan saya lupakan.

Suyitno (13 th), Binangun, 017

Kamis, 24 April 2008

BENCANA TSUNAMI

Pada waktu aku sedang melaksanakan MOPP di sekolah. Aku merasa cuaca tidak menentu. Ketika pulang dari sekolah, aku dan teman-teman sedang bersantai dan bermain. Akan tetapi pada waktu pukul 16.00 orang-orang di sekitar rumahku mendengarkan suara ledakan selama tiga kali dari arah selatan. Pada pukul 17.00 ada seseorang yang berbicara ada tsunami dan anak-anak serta semua orang menjadi gelish dan berkata, “Tsunami”.

Aku pun merasa ketakutan pada waktu itu. Teman-temanku pun merasa bingung dan gelisah. Semua orang berusaha mengemas barang-barang mereka dan berusaha mengungsi ke tem,pat yang lebih tinggi dan jauh dari lokasi kejadian. Aku dan keluargaku serta kerabat dan tetanggaku juga akan segera mengungsi.

Aku dan keluargaku juga tak lupa mengems pakaian dan barang-barang yang penting dan berharga serta menyelamatkan diri dari bencana tsunami. Kami pun mengungsi ke pegunungan dan kerumah kerabatku. Malam pun kian menjelang. Saat itu aku tidak merasa lelah meskipun mengayuh sepeda dari desaku menuju ke kota Banyumas.

Tak terasa waktu terus berjalan kian menjadi lambat, dan saat itu banyak orang-orang yang ikut mengungsi ke pegunungan. Aku merasa prihatin karena kejadian itu merupakan peringatan dari Alloh SWT agar semua orang menjadi sadar dan bertobat.

Pada saat itulah aku sangat bersyukur karena aku, keluargaku dan semua orang masih diberi kesempatan untuk menjalani kehidupan ini.

Estiningsih (13 th), Binangun, 016

Kamis, 24 April 2008

TSUNAMI

Pada tanggal 17 Juli 2006 terjadi tsunami. Hari itu adalah hari pertamaku mengikuti MOS di SMPN 1 Binangun. Pada waktu sore hari sekytar jam 4 sedang berada di rumah mengerjakan PR sekolah. Setelah selesai mengerjakan PR, tiba-tiba ayahku datang dan menyuruhku membawa baju ganti.

Aku terkejut karena aku baru tahu kalau terjadi tsunami, akrena aku sedang asyik mengerjakan PR. Aku tidak mendengar orang-orang berteriak tsunami-tsunami. Sebelum terjadi tsunami terdengar suara ledakan.

Aku dan ayahku naik sepeda motor lalu berjalan ke utara terlebih dahulu kami ke rumah kakekku yang ada di tegalan tetap semuanya sudah pergi ke Kroya. Sepanjang jalan hanya orang yang berlarian menuju tempat yang aman. Kami ke rumah pamanku di Binangun. Aku pun turun di sana dan ayahku pergi untuk menemui keluarga ku yang ada di Widara Payung Wetan.

Pada waktu di tempat pamanku ada seorang anak yang terpisah dari keluarganya dan ditemukan oleh kakak tetangga pamanku. Di bernama meli. Di sana dia terus menangis.
Setelah ayahku kembali kami pun melanjutkan perjalanan ke Kroya. Di perjalanan kami bertemu dengan teman-temanku.

Sesampainya di Kroya kami bertemu dengan keluargaku di tegalan. Kami menginap di rumah saudaraku. Selama di sana, ayahku terus mencari sayudaraku yang masih terpisah. Kami menginap di sana sampai kabar tsunami reda. Setelah satu minggu kami pun pulang ke rumah.

Budi Setiyono (13 th), Binangun, 015

Budi Setiyono (13 th), Binangun, 015
Kamis, 24 April 2008

TSUNAMI

Kejadian itu adalah kejadian yang sangat memprihatinkan, ketika saya sedang asyik bermain dengan teman di dekat rumahku, tiba-tiba banyak orang yang berlari-lari sambil menangis. Merekla kelihatan sangat ketakutan, trauma dan sangat memprihatinkan. Aku pun langsung pulang. Dan aku sempat mendengar suara orang yang menjerit sambil menangis histeris.

Aku langsung masuk ke dalam rumah dan aku memberitahukan keluargaku kala di smping rumah banyak orang berlari-lari dan mengendarai kendaraan dengan sangat ketakutan. Kami pun langsung menghampirinya dan kami sempat mendengar teriakan orang yang mengatakan, “Tsunami…tsunami…”

Kami pun langsung menuju ke rumah, untuk bersiap-siap untuk mengungsi. Kami memakai kendaraan sepeda. Di perjalanan kami melihat banyak orang menangis histeris dan pada waktu yang sangat memperhatikan ini banyak orang tiodak memperhatikan dirinya. Mereka sampai tidak sadar karena saking ketakutannya sampai mereka terjatuh karena jalan sangat padat itu. Kami pun sangat sedih.

Ketika waktu hampir larut malam, kami beristirahat di desa Sanggrahan. Banyak anak-anak kecil menangis mencari ibu dan keluarganya, dan banyak juga orang kelaparan karena pada waktu mereka pergi tidak membawa bekal karena sangat panik dan takut. Dan banyak pula orang yang kedinginan, kehausan,. Kemudian kami mendapat berita tentang laut itu, katanya sudah tidak ada apa-apa lagi. Kami pun terus pulang.

Saya sangat lelah dan cape karena sudah menempuh perjalanan yang sangat jauh. Sesampainya kami di rumah, saya langsung makan dengan lahapnya. Dn sesuadah selesai makan, saya tidur. Ketika itu saya tidak memikirkan sekolahan yang sedang menjalani MOPP itu, tepatnya hari senin bulan Juli 2006 lalu. Beberapa hari itu saya sangat was-was. Sampai hari ini, juga saya masih takut akan hal itu terjadi lagi.

Sukur AS (13 th), Binangun, 014

TSUNAMI

Pada waktu sore hari sekitar pukul 16.00 terjadi Tsunami di Pantau Selatan pulau Jawa. Pada waktu terjadi tsunami aku sedang bermain sepak bola bersama teman-teman. Sedang asyik-asyiknya bermain bola aku mendengar suara gemuruh dari arah selatan. Tiba-tiba ada orang berlarian dari arah selatan sambil berteriak tsunami.

Aku langsung berlari ke utara untuk mencari tempat yang aman. Aku terus berlari dan sekitar 4 kilometer aku berlari. Aku bertemu dengan keluargaku. Aku langsung naik motor. Dan sekitar pulul 18.00 aku mendengar adzan . aku dan keluargaku langsung menuju masjid. Di masjid aku berwudlu dan sholat. Setelah selesai sholat, aku berdoa supaya keluarga ku diberi perlindungan. Aku dan keluargaku m,enginap di Masjid semalaman.

Di pagi hari aku pulang ke rumah dengan keluargaku. Di rumah aku diajak ikut mencari tetanggaku yang tertimpa tsunami. Di pantai banyak orang berserakan yang sudah meninggal. Sudah lama aku dan tenman-teman mencari tetanggaku yang hilang di pantai tidak ketemu juga. Aku dan teman-tyeman pulang ke rumah.

Pada pukul 11.00 kata orang-orang akan ada tsunami susulan. Aku dan keluargaku siap-siap untuk pergi dan membawa barang-baragang yang penting saja. Aku dan keluargaku pergi ke desa Kalisalak. Di sana aku bertemu dengan ortang yang baik hati dan ramah. Aku dan keluargaku di suruh masuk.

Taufik Nurrohman (13 th), Binangun, 013

TSUNAMI

Pada waktu itu bertepatan dengan MOPP di sekolahku, yaitu SMPN 1 Binangun. Pada waktu pukul kira-kira 16.00 WIB sore ketika saya sedang asyik bermain layang-layang dengan kawan-kawan. Tiba-tiba ada suara gemuruh dari arah selatan Pulau Jawa. Saya kira itu hanya suara orang yang iseng menyalakan petasan yang besar. Lalu dari arah selatan terdengar suara orang-orang yang berlarian dan berteriak, “Tsunami, tsunami”.

Karena ketakutan saya melepaskan benang layang-layangku dan berlari sambil menangis. Di rumah saya mengatakan kepada ibuku yang sedang di dapur dan sdang menggorng ikan sebagai lauk untuk makan nanti malam. Ibuku berkata, “Bagaimana ini?”

Ayah dan kakakku sedang pergi. Saya dan ibuku sangat bingung. Tetangga-tetangga saya pun berlarian untuk mengungsi sambil membawa barang-barang berharga serta pakaian. Lalu saya dan ibuku menata baju-bajuku dan ibuku, serta kakak dan ayah.

Pamanku memanggil, “Ayo cepat”

Lalu kami pun tergesa-gesa sampai dompet ibuku terselip diantara baju-baju yang di karung. Lalu saya menggendong tas dan membawa karung dan keluar rumah. Tiba-tiba pamanku yang saya suruh untuk menunggu sudah menunggu lebih dulu. Saya dan ibuku pun lari untuk mengungsi.

Untung saja di perempatan ada tumpangan mobil bak milik Pak Lurah. Kami pun segera naik. Jalan sangat padat. Ada juga orang-orang yang mengungsi dengan berjalan kaki. Di belakangku ada orang yang sudah terkena tsunami. Tubuhnya belepotan dengan pasir dan basah kuyup kedinginan. Orang tersebut mengatakan, “Tsunami sudah sampai di perempatan Widara payung”

Kami pun sangat ketakutan. Karena sedang ada pembanguna irigasi, jalan pun menjadi macet. Ketika saya sampai di perempatan Pucung , aku dan ibuku turun dari mobil, karena kami bertemu dengan ayah. Dan kami pun naik motor untuk ke Buntu. Ketika kami baru sampai di Kroya, aku bertemu dengan tetanggaku.

Banyak orang-orang yang mengungsi di gedung-gedung tinggi, karena keadaannya sangat buruk, kami pun berpisah dengan tetanggaku. Kami pun mwngungsi ke Buntu, karena di sana ada teman ayahku. Day saya pun menginap di sana untuk satu malam. Saya tertidur di sana, dan ketika saya bangun, kakakku sudah ada di dekatku. Karena hal tersebut hati saya sedikit tenang. Dan saya tidur lagi. Paginya kami pun pulang ke rumah untuk mengetahui keadaan yang terjadi. Ternyata baik-baik saja.

Munfati’ah ( 13 th), Binangun, 012

KISAHKU PADA WAKTU TSUNAMI

Pada sore hari sekitar jam 16.10 WIB aku dan temanku sedang bermain. Salah satu dari mereka mendengar deburan, tapi kami tidak membahas itu, karena kami berfikir itu hanyalah pertir yang berbunyi. Kami pun menlanjutkan permainan.

Beberapa saat kemudian ada orang yang berteriak, “Tsunami, tsunami...” dan juga banyak kendaraan dari arah selatan menuju kami, mereka ketakutan. Saya dan teman-teman berkumpul di tepi jalan. Orang tua kami juga mencari kami. Setelah itu akupun pulang dan merapikan baju untuk di bawa.

Pada saat di perjalanan saya melihat banyak orang yang berjalan kaki, tetapi saya sangat bersyukur kepada Alloh SWT, karena keluarga kami mempunyai motor. Jadi kami bisa sampai tujuan dengan cepat. Setelah sampai di puncak krumput, aku menggigil. Sebelumnya kami hampir roboh beberapa kali.

Sekitar jam 21.30 WIB kami mendapat kabar bahwa desa kami tidak terkena bencana itu dan pantai sudah kembali normal. Kami pun pulang, dan kami pun menginap di rumah nenek, tempatnya di Karang mangu Kroya.

Ayahku meninggalkan kami untuk pulang ke rumah dan menjemput kami sekitar jam 04.00 WIB. Kami pulang ke rumah dengan lega.

Sumarsih (13 th), Binangun, 011

KISAH TSUNAMI DI CILACAP

Jeritan dan tangisan para warga di halaman rumah. Mereka berlari ke sana kemari tak keruan ketika salah satu warga desa memberitahu kami bahwa air laut melambung tinggi sampai 5 meter. Kami semua pun tak dapat membayangkan bagaimana seandainya air laut sampai ke permukiman kami.

Tak berfikir panjang semua warga panik dan mereka membawa barang-barang yang dibutuhkan yang terutama pakaian dan mereka para ibu ketakutan karena anaknya belum juga pulang. Akhirnya ketika si anak ibu tersebut pulang, sang ibu langsung mengajak anak-anaknya pergi meninggalkan rumah.

Begitu semua warga mendengar bahwa air laut sudah sampai sungai, para warga lari ketakutan. Orang-orang yang rumahnya ada di selatan, lari menuju ke Gunung Karang salam. Yang lebnih menyedihkan bagi saya adalah kakek saya tidak bisa berjalan, akhirnya keluarga saya membawa kakek dengan mobil. Setekllah di tengah perjalanan, saya melihat hanya ada tangisan dan verita para ibu, nenek dan anak kecil yang terpisah dari kedua orang tuanya. Ketika malam tiba, semua orang ada yang terus berbondong-bondong menaiki motornya ke arah utara. Dan ada sebagian warga tinggal di pengungsian dan sebagian lagi di masjid-masjid.

Yang lebih menyedihkan ketika anak dari kakak saya menangis mencari ibunya, karena pada waktu itu anak kakak saya itu bersama saya, ibu dan ayah saya. Ketika malam tiba semua warga mendengar kembali berita bahwa pada pukul 12.00 WIB malam nanti akan terjadi tsunami kembali. Dengan adanya kabar tersebut para warga yang tadinya reda, kini kembali panik dan terjadi lagi para warga berbondong-bondong pergi meninggalkan pengungsian, padahal di pengungsian telah disiapkan obat-obatan dan makanan.

Setelah itu saya, orang tua dan adik saya terus mendatangi pengungsian untuk mencari kakak saya sampai di masjid Danasri. Ayah saya menyiarkan kakak saya ada di masjid tersebut atau tidak. Lalu kami sekeluarga terus mencari tempat pengungsian dan setiap pengungsian terus didatangi dan disiarkan nama kakak saya, tapi belum juga ketemu. Waktu terus meranjak malam dan belum juga ketemu. Anak dari kakak saya terus menangis.

Waktu telah menunjukkan pukul 11.00 WIB. Namun belum juga ketemu, sampai akhirnya kita pasrah karena sudah 2 jam mencari, tapi belum juga ketemu. Sampai akhirnya, ayah saya mengajak kami pulang ke rumah, tetapi saya tidak mau karena waktu sudah larut malam. Di tengah perjalan saya dihubungi oleh kakak saya bahwa ada di rumah anak dari kakak ibu saya, lalu kami sekeluarga berputar balik menuju ke Pucung, karena kakak saya ada di Pucung. Setelah sampai akhirnya di sana kakek dan nenek saya. Kita bersama-sama ada di situ. Setelah itu kami semua makan bersama.

Pagi telah tiba, para warga pun pulang menuju rumah masing-masing dan hari keduanya kami kembali mengungsi. Setelah sampai ke pengungsian kami diberitahu oleh para dinas dari Cilacap bahwa tak ada tsunami lagi. Akhirnya kami pulang kembali ke rumah masing-masing.

Ratih Suryaningsih (13 th), Binangun, 010

TSUNAMI

Pada hari senin sore tepatnya tanggal 17 juli 2006 di Kabupaten Cilacap dan wilayah yang ada di Pesisir Pantai, ada bencana yang mengakibatkan trauma yang sangat besar, yaitu : TSUNAMI.

Pada saat itu pamanku seperti biasanya memanjat pohon kelapa untuk mengambil aren di pesisir laut. Bencana itu terjadi ketika pamanku sedang mengambil aren yang terakhir.

Tiba-tiba air laut bergerak ke utara dengan sangat cepat. Karena cepatnya, sepeda pamnku sampai terseret arus. Aren yang sudah dipanjatnya tumpah, dan tempatnya hilang terbawa arus air laut.

Setelah air mulai surut, pamanku langsung pulang. Ketika di rumah dia gemetar. Oleh karena itu pamanku ditanya sama isterinya, paman bilang ada tsunami. Bulik cemas karena nenek dan kakek sedang memetik padi di sawah.

Tak lama kemudian ada banyak motor dan orang mengendarainya menangis sambil bilang suruh mengungsi, katanya airnya sudah sampai jalan raya. Karena hal itu, Bulik langsung membawa anak dan keponakan-keponakannya mengungsi karena saking gugupnya sampai satu motor dinaiki 6 orang.

Ketika di jalan anak Bulik menangis minta makan. Di jalan itu sedang macet sampai kakiku terkena kenalpot motor orang lain. Setelah itu Bulik melihat ada jalan kecil, ia lewat jalan tersebut. Kemudian anaknya terus menangis karena lapar dan haus. Sampai di tanjakan, Bulik terserempet motor lalu kami jatuh dan berdarah.

Ketika kami sadar, kami sudah ada di rumah orang, dan anak Bulik sedang makan dan minum.

Risky Rinanda H (14 th), Binangun, 009

LEGENDA TSUNAMI DI
PANTAI SELATAN


Pada tanggal 17 Juli 2006 telah terjadi gempa dengan kekuatan 6,9 skala ritcher dan menghasilkan tsunami. Bencana tersebut terjadi sekitar pukul 16.30 dan setelah saya mendengar berita tersebut, saya dan juga ayah sya pergi ke pantai untuk melihatnya. Dan ternyata banyak orang di sana. Orang-orang di sana sedang mengambil ikan dan saya pun ikut mengambil ikan. Ikan itu terbawa hamparan ombak.

Sekitar 20 menit kmudian ombak itu ke utara kembali, namun tidak sebesar yang poertama. Karena saya takut terjadi kembali, sapa pun pulang. Setibanya di rumah, saya dan ayah pun dimarahi, mungkin karena yang memarahi itu khawatir. Di daerah saya sudah tiada orang yang tersisa. Mereka semua sudah mengungsi. Kemudian saya dan keluarga pergi mengungsi di rumah saudara, rumahnya di pasuruan Kecamatan binangun.

Di sana saudara-saudara saya berkumpul. Stelah saya dan ibu saya di sana kemudian syah saya pulang ke rumah bersama tetangga laki-laki untuk menjaga rumah dari kemalingan.

Di pengungsian tersebut saya tidur semalam. Setelah pagi pun saya pulang. Dan saya melihat sekolahku yang megah ini SMP N I Binangun, digunakan untuk menaruh para mayat yang terkena bencana. Dai bencana tersebut, amsyarakat dari desa saya yang terbawa arus / ombak ada sekitar 3 orang yang meninggal.

3 hari kemudian ada kabar dari orang-orang akan terjadi tsunami susulan. Pada saat itu ayah dan ibu saya sedang melihat pantai yang terkena bencana tsunami tersebut.

Kemudian saya dan saudara saya mengungsi ke daerah Kroya belum sampai ke tempat pengungsian saya dijemput oleh kedua orang tua saya untuk pulang ke rumah. Dan ternyata kabar tersebut hanya isu saja. Setelah sekitar satu minggu baru kami melaksnaakan kegiatan seperti biasa.

Riyadi (13 th), Binangun, 008

TAMU TAK DIUNDANG DARI PANTAI SELATAN

Pada tanggal 17 Juli 2006 daerahku digmparkan oleh kedatangan tsunami. Waktu itu menunjukkan pukul 16.00 sore saya sedang di rumah saudara saya. Pada perjalanan pulang satya terkejut dengan orang yang berlarian ketakutan dan meneriakkan tsunami.

Waktu itu saya diajak oranguntuk pergi ke daerah yang lebih tinggi. Tepatnya di Pageralang. Di situ banyak sekali orang yang sedang mengungsi. Ada juga anak yang terpisah dari ibu dan saudara-saudaranya. Dan ada juga ibu yang menangis keilangan anaknya. Di situ saya bertemu dengan tetangga saya. Saya tidur di pekarangan. Poagi hari, subuh saya pulang.

Banyak orang menangis takut akan kehilangan harta bendanya. Dalam perjalanan pulang saya bertemu dengan nenek yang membawa cucu-cycunya. Kejadian itu mengingatkan saya pada keluarga saya. Bagaimana nasibnya? Saya bertanya pada diri saya sendiri.

Waktu sampai di rumah, semua pintu terkunci tak ada satu orang pun yang ada di rumah. Namun saya tetap menunggu di rumah. Setelah lama menunggu, akhirnya keluargaku yang panik kebingungan mencariku akhirnya pulang juga. Dan kami sekeluarga berkumpoul dan benar aja kekhawatiran mereka.

Sementara itu banyak rumah-rumah yang dijarah oleh para maling. Pada sore harinya ada isu tsunami akan datnag lagi, tapi tak semua orang percaya. Ada yang berpendapat brita itu benar, namun saya , bapak, dan ibu serta adik saya mengungsi lagi. Namun kakak saya tidak mau mengungsi. Saya mengungsi di Pucung karena saya pikir tsunami susulan tak akan lebih besar dari sebelumnya. Dan benar ternyata berita itu memang tidak benar.

Orang-orang yang terpisah dengan anaknya akhirnya bisa bertemu kembali dan saerah kami kembali tenteram dan aman. Para petani pun melanjutkan tugasnya di sawah. Semoga bencana itu tidak datang lagi. Mungkin ini peringatan dari Alloh SWT agar kita tidak lupa pada Sang pencipta.

Agus Priyanto (13 th), Binangun, 007

AMUKAN PANTAI SELATAN

PANTAI Selatan mengamuk, tepatnya pada tanggal 17 Juli 2006 yang mngakibatkan sebagian pantai selatan porak poranda. Pada waktu itu banyak perahu nelayan yang terdampar di pantai. Pada waktu itu banyak orang yang berlarian ke sana ke mari, tanpa tahu tujuan. Mungkin yang ada di benak mereka hanya terfikirkan lari dan lari.

Adapun orang yang berlari menggendong kakek-kakek yang sudah tidak bisa berjalan. Pada waktu itu juga banyak tukang ndheres yang berlari cepat. Dan dia tidak terfikir bahwa ia sedang memetik aren di pesisir pantai.

Pada waktu itu, awalnya saya tidak percaya pantai selatan mengamuk, tetapi saya mulai berfikir kenapa banyak orang yang berlari kesana kemari yang tidak mnghiraukan harta bendanya. Setelah itu kami sekeluarga pergi ke tempat yang tinggi tetapnya ke Pageralang. Di sana banyak sekali orang yang mengungsi sampai jalan pun macet total.

Tu malam, kami semua di sana melakukan sholat berjamaah agar kami semua terhindar dari mara bahaya yang hampir mengancam jiwa kami semua.

Dan pada pagi harinya kami semua mulai banyak yang pergi dari tempat itu, untuk kembali ke rumah mengetahui keadaan rumahnya masing-masing.

Pada waktu saya leat di balai desa banyak orang yang meninggal dengan wajah dan tubuh tertutup pasir semuanya dan terbujur kaku dengan pose-pose yang menakutkan.

Amri Fatchurrohman (13 th), Binangun, 006

BENCANA TSUNAMI

Pada tanggal 17 Juli 2006 kira-kira pukul 16.30 terdengar suara ledakan yang cukup keras. Pada saat itu saya sedang berada di rumah teman saya. Setelah mendengar suara itu saya langsung pulang ke rumah dan pada saat itu juga ada seseorang yang datang dari arah selatan. Ia mengendarai sepeda motor dan berkata kalau terjadi tsunami.

Setelah mendengar berita itu saya dan keluarga saya pergi ke arah utara untuk menyelamatkan diri. Ternyata di jalan penuh sesak dengan orang-orang yang akan mengungsi. Di jalan saya melihat banyak anak-anak yang menangis karena terpisah dari orang tua mereka, karena pada saat itu mereka langsung mengungsi tanpa pulang ke rumah.

Setelah mengalami perjalanan yang cukup panjang, sakhirnya saya sampai di rumah saudara saya yang berada di pegunungan. Di sana juga banyak terdapat kerabat saudara saya yang sedang mengungsi pula. Di sana saya diberi makan dan minum seadanya. Di sana saya merasa jauh lebih aman dari pada di rumah saya.

Pada keesokan harinya saya pulang ke rumah setelah situasi cukup aman, tetapi sekitar pukul 09.00 WIB banyak orang-orang kembali ke utara untuk mengungsi. Keadaan itu membuat orang-orang di desaku ikut mengungsi kembali begitu juga dengan keluargaku.

Untuk sementara saya mengungsi ke Kebarongan. Saya mengungsi di sebuah masjid. Di sana saya mengungis dengan tetangga-tetangga saya yang berada di desa. Di sana saya mengungsi untuk melepaskan rasa lelah.

Setelah hari mulai gela[, saya kembali melakukan perjalanan ke rumah saudara saya yang lain yang rumahnya juga berada di poegunungan. Setelah saya melakukan perjalanan yang cukup lama, akhirnya saya sampai di rumah saudara saya itu, tetangga-tetangga saya pun ikut mengungsi ke rumah saudara saya. Dan kita semua bermalam di sana, tetapi saya tidak dapat tidur dengan nyenyak. Keesokan harinya saya kembali pulang ke rumah, setelah keadaan sudah cukup aman.

Akibat bencana itu banyak orang tewas dan pendidikan belajar saya menjadi tertunda,. Tetapi setelah itu keadaan kembali seperti biasa aku pun berangkat ke sekolah lagi.

Novi Tria Y (13 th), Binangun, 005

BENCANA TSUNAMI

Pada tanggal 17 Juli 2006 di Pantai Selatan tergoncang tsunami. Pada saat itu ku dan teman – teman lagi mengaji di Mushola. Lalu aku dipanggil oleh kakak aku untuk pulang. Lalu aku mengambil sepeda dan langsung mengendarainya. Dan temen-temen pun ikut pulang.

Di saat kami di perjalanan, di tenag-tengah jalan ada banyak orang yang mengungsi lalu ada orang yang meminta tolong dan ada juga yang teriak-teriak. Ternyata ada tsunami.
Lalu aku mengendarai sepeda dengan cepat dan teman-teman menghilang.

Setelah beberapa lama aku kembali bertemu dengan temanku, lalu aku tanya ada apa? Ternyata katanya ada tsunami. Aku cemas dan khawatir. Setelah itu aku ketemu dengan saudaraku.

Aku terus melaju dengan sepedaku. Kata orang-orang tsunaminya sudah sampai di Kemojing. Lalu aku sangat khawatir, padahal aku lagi mengendarai sepeda lagi menuju Banjarwaru. Lalu aku dan teman-teman menangis dan aku pisah dengan teman-temanku. Aku tinggal sendirian. Aku terus melaju.

Aku melihat banyak kecelakaan karena banyak motor yang berantrian. Akhirnya aku bertemu kembali dengan temanku yang lain, aku disuruh istirahat. Kemudian aku beristirahat, aku disuruh minum oleh orang sana. Beberapa saat kemudian aku melanjutkan perjalanan. Perjalanan pun aku melewati berbagai tipe jalan, ada jalan yang naik dan ada pula yang turun, aku pun takut.

Pada pukul 18.00 sore aku istirahat kembali di tempat pengungsian. Di sana aku bertemu lagi dengan teman-teman sekolahanku. Kami saling tanya bertanya tentang segala kejaiadian yang sudah kami lwati. Setelah itu aku disuruh untuk membeli roti untuk dimakan. Akupun berencana akan pulang besok pagi

Lalu ada yang mengajakku pulang. Aku pun pulang. Namun di jalan aku aku akan jatuh dengan temanku karena jalannya memang menurun. Di sana aku ketemu dengan tetanggaku, dan akupun ikut tetangga dan mengungsi di rumah sakit.

Agus Wahyudi (13 th), Binangun, 004

AMUKAN PANTAI SELATAN

Amukan Pantai Selatan terjadi pada tanggal 17 Juli 2006. pada saat itu saya dan teman-teman sedang bermain bola. Pada pukul 16.30 ada seseorang tukang nderes ngepit cepet banget ngetepet dan berteriakan kalimat, “Tsunami...tsunami”.

Pada awalnya saya tidak percaya tetapi di belakang tukang nderestadi ada tiukang nderes lagi juga negpit ngetetpet sambil berteriak tsunami.

Kemudian setelah tukang nderes yang kedua, saya dan temen-temen baru percaya dan berlari ngetetpet-ngetepet kembali ke rumah masing-masing. Untuk mengambil sepeda dan dan pergi sendiri-sendiri ngetepet maning.

Saya berlari pulang tetapi di blok saya banyak orang dan ada yang ke laut untuk melihat kejadiannya dan ada orang yang sengaja datang ke laut hanya untuk emngambil ikan. Tetapi orang-orang di blok saya tetap di rumah. Bila air laut kembali besar kami baru dan mungkin mengungsi.

Banyak anak kecil di daerah saya yang pergi sendiri-sendiri sampai jauh misal sampai di Kemranjen atau Kroya (Buntu) sampai beberapa hari. Ada yang sampai 4 hari atau 5 hari. Dan juga sampai sesudah tsunami orang tuanya mencari-cari tidak ketemu. Padahal anak ini masih kecil dan hanya memakai celana pendek tidak memakai baju.

Mega Ana Pratama (13 th), Binangun, 003

EMOTIONAL LOVE SONG

Pada waktu saya masih duduk di kelas 7, terjadi sesuatu yang tidak saya duga yaitu terjadi tsunami. Oleh karena itu saya dan keluarga pergi ke rumah tante di Sirau.

Setelah tiba di sana, tiba-tiba saya dihadang oleh perempuan yang sangat beautifull. Ketika dia memandang saya hatiku langsung dag dig dug seperti hatiku mau pecah. Setelah beberapa hari saya tinggal di sana saya merasa dia adalah perempuan yang setia.

Setelah itu saya pun tahu sipa nama dia. Ternyata dia pun satu sekolah dengan saya. Na...ma... dia adalah .... (ada aja!). dia dulu duduk di kelas 7 B setingkat dengan saya.

Setelah tsunami berakhir saya pun pulang ke rumah saya. Setelah di rumah saya merasa kesepian sekali. Saya merasa rindu dengan kejailan dia. Sampai sekarang perasaanku ke dia tiada berhenti. Kalaupun saya sesekali emosi dengan kenalakan dia tetapi entah kenapa perasaanku kedia tidak pernah akan hilang.

Entah mengapa perasaanku kedia tidak akan hilang tapi entah mengapa saya tak berani untuk mengungkapkan perasaanku kedia. Tapi di hatiku mempunyai dua pilihan. Saya bingung mau pilih A dengan kenakanlannya yang fun. Atau pilih M...dengan kepolosannya yang dia miliki. Apa mungkin aku mengungkapkan perasaanku ke kedua cewek tersebut. Atau aku tetap seperti ini aja ¡ atau menunggu waktu yang tepat....!

Ini membuat aku benar-benar menjadi bingung and upset. I minta maaf apabila ada kata-kata yang salah. Demikian.

Karisma (13 th), Binangun, 002

TSUNAMI

Pada tanggal 17 Juli 2006, semua orang menjerit ketakutan. Aku yang sedang bersantai-santai di depan rumah bersama bapak dan ibu, seketika mempalingkan muka ke jalan raya yang sipenuhi dengan kendaraan bermotor. Wakti itu aku dan keluargaku tidak tahu apa yang terjadi. Tapi, setelah aku mendengar suara teriakan itu, mereka meneriakkan, “Tsunami... tsunami...”

Jjantungku langsung berhenti sejenak, kaki terasa lemas dan rasanya aku ingin pingsan. Bapak dan ibuku langsung bergegas menyiapkan kendaraan dan membereskan barang berharga milik kami. Kakakku yang waktu itu baru saja pulang, langsung menaikkanku ke atas motor.

Aku dan ibuku tak henti-hentinya mengucap asma – asma Alloh. Saking sesaknya jalanan, aku melihat banyak orang yang mengambil jalan pintas. Ada yang melewati jalan yang tak semestinya, sampai-sampai ada banyak kecelakaan. Waktu itu aku berfikir, hidupku hanya sampai di sini, tapi Tuhan berkata lain. Aku dan keluargaku masih doiberi kesempatan hidup.

Menjelang malam pukul 19.00, adzan isya pun ku dengar. Untung saja tempat aku mengungsi sekrang dekat dengan masjid jadi aku bisa sekalian sholat. Dalam sholat aku berdoa agar Alloh mau memaafkan dosa-dosaku dan kedua orang tuaku dan aku berharap Alloh mengirim cobaan ini hanya untuk memperingatkan agar manusia lebih bisa menginstrospeksi dirinya sendiri.

Setelah aku slesai sholat aku dengar ada pengumuman dari Polres setempat kalau Daerah tempat aku tinggal sudah aman. Aku dan keluargaku pun bergegas pulang, walaupun masih dengan perasaan was-was. Setelah aku sampai di rumah aku bersyukur banget sama Alloh. Waktu sampai di rumah ternyata sudah jam 21.00. makanya dari tadi mataku merem melek terus.

Dua hari setelah kejadian tsunami, Bapak dan Ibu Negara, Bapak Sby dan Ibu Ani Yudhoyono ibu negara, berkunjung ke daerahku. Waktu itu aku berharap dengan berkunjungnya Bapak Presiden, mungkin bisa meringankan beban masyarakat di daerahku.

Siang harinya ibu dan kakakku pergi ke tempat yang terkena dampak tsunami, aku dan kakakku tak bisa berkata apa-apa. Ternyata benar apa yang dituliskan di ayat suci Al-Qur’an “jika Alloh sudah berkata terjadi ya terjadilah”.

Ternyata ini semua keagungan Alloh. Banguna yang dibuat dari besi betonpun bisa hancur rata dengan tanah, hanya dengan air laut, dan dengan waktu yang tak kurang dari tiga menit, Dan manusia yang memiliki akal dan dan bisa berlaripun tak luput menjadi korban.

Subkhanalloh...Keagungan tuhan. Di ssana aku masih melihat banyak mayat berserakan, dengan tubuh yang tak sempurna dan tersayat-sayat. Bau busukpun mulai tercium, aku tak prcaya, aku dan keluargaju masih selamat dalam musibah besar ini.

Ningsih Winarti (13 th), Binangun, 001

DILANDA TSUNAMI

Saya sebenarnya sedikit tahu tentang keadaan laut, yang kadang-kadang besar dan sebagainya. Jika saya mau menyempatkan diri memperhatikan keadaan sudah pasti saya langsung mengambil sikap siap-siap untuk berjaga-jaga.

Namun saat itu aku sedang duduk santai sambil baca-baca. Jadi tidak aku perhatikan pertanda yang nampak. Malah ibu aku yang paling dulu melihat dan mendengar orang-orang pada berlari dan berteriak-teriak, “Ada tsunami”

“Lihat ¡” katanya sambil menuding ke arah orang-orang yang berlari dengan kekhawatirannya.
Dengan cepat ibuku juga dengan khawatir mengemas pakaian dan segala macam untuk di bawa.
“Kita harus pergi,” kata ibu.
“Terlalu berbahaya jika kita terus di rumah. Lebih baik kita mengungsi dan lebih berhati-hati....”

Kalimatnya terpotong karena saat itu terdengar suara sperti ledakan yang begitu keras.
Kami cemas seiolah-olah saat itu juga orang-orang menangis, bersedih dan khawatir.kami sempat pergi dengan keadaan cemas, kami pergi ‘ntah kemana arah tujuan, hingga kami sampai di sebuah rumah yang jauh dari tempat tsunami itu.

Kami di sana menginap dengan dengan keadaan takut dan sedikit tidak nyaman tapi hal itu tidak kami hiraukan.

“Yang penting kita menyelamatkan diri,” kata ibuku.
Setelah kita menginap beberapa hari,kami ingin sekali pulang. Dengan rasa ingin tahunya keadaan desa. Namun tiba-tiba ayahku datang. Ia mengatakan, “air laut itu tidak sampai ke rumah kita, tetapi jangan dulu pulang.”

Kami semua senang mendengar kabar itu. Seketika itu pula kami masih merasa cemas dan gelisah dengan keadaan ini.

Hari kemudian kakakku mengambil keputusan, tanpa pikir panjang lagi, ia sangat nekat ingin pulang.

“Jangan pergi ! keadaan di sana masih berbahaya, air laut belum surut”, kata ibu melarangnya.
Karena saat itu gelombang laut belum juga surut seperti semula, tapi kakakku sudah membulatkan tekad untuk memngetahui keadaan di sana. Apapaun resiko yang dihadapi, ia harus mengetahui keadaan sekarang.

Ibuku begitu panik dengan kenekatan kakakku itu, kini semua khawatir. Namun ketika kakakku pulang, ia bercerita keadaan di sana, “Ada seorang tetangga kita dapat menyelamatkan diri dari gelombang yang begitu dahsyat, ketika dia sedang mencari ikan di laut dan dia melihat gelombang yang datang bgitu besar. Kemudian dia berlari dengan sekuat tenaga dan memanjat pohon kelapa yang tinggi,” kata kakakku menceritakannya.

Dan di hari kemudian kata saudara-saudaraku air itu telah surut. Kini semua merasa senang. Dan ingin sekali kembali ke rumah. Kami meutuskan untuk pulang, walau dengan keadaan masih takut. Akhirnya kami sampai rumah, kami pun belum bisa tidur di malam hari itu karena kami masih khawatir denganan keadaan air laut itu.

Dan pagi-paginya kata orang-orang di desaku mengatakan, “Tidak usah khawatir air sudah kembali normal seperti biasa,” katanya.

Kami erasa senang dan bahagia karena kami dapat menyelamatkan diri walau air itu tidak sampai ke rumah kami.

Akhirnya kami kembali ke dalam kehidupan semula dan tidak ada ancaman lagi bencana tsunami.

Senin, 21 April 2008

KASIYEM (14 th), Adiraja, Adipala, 020

SAYA TIDAK BISA TIDUR...

Pada hari senin jam 16.00 sore terjadi gempa dan tsunami. Saya takut sekali, dan semua orang takut atas kejadian itu, karena ombak yang sangat besar menimpa banyak korban.

Semua orang mengungsi ke Gunung Selok, tetapi saya dan keluarha saya tidak mengunmgsi karena ombak yang besar tidak sampai ke desaku, tetapi adanya gempa susulan orang-orang masih mengungsi di Gunung Selok.

Pada waktu itu, saya tidak bias tidur satu malam karena adanya gempa susulan. Warga panic karena getaran yang sangat kuat dan dan warga takut karena akan ada gempa susulan lagi. Dan pada hari selasa saya tidak masuk sekolah karena orang tua saya takut adanya gempa susulan itu.

Dan sampai sekarang (20/7) masih banyak warga yang mengungsi karena takut adanya gempa susulan dan kami ikut berduka cita atas kajadian yang menimpa kota Pangandaran dan lainnya.
Dan sampai sekarang warga masih was-was atas kejadian gempa dan tsunami itu. Dan masih banyak temanku yang belum masuk sekolah karena mereka masih mengungsi. Karena mereka masih takut adanya gempa sususlan yang melanda desa mereka.

Semua warga masih takut dan was-was adanya gempa susulan itu. Meskipun orang-orang sudah pulang ke rumahnya masing-masing tetapi warga masih takut adanya gempa susulan.

VERA NUR WATI (14 th), Gombolharjo, Adipala, 019

desa saya tidak separah....

Pada hari senin jam 04.00 sore waktu saya sesudah shalat ashar tiba-tiba tetangga saya panic sekali karena mendengar kalau ada musibah tsunami. Tetangga saya langsung pergi mengungsi bersama keluarganya dan saa terasa takut waktu mendengar di daerahku ada tsunami susulan.
Dan bersyukurlah kalau di daerahku tidak ada yang meninggal satu pun, tetapi waktu saya melihat tv ternyata di daerah Cilacap mengkhawatirkan dan juga banyak orang yang meninggal, anak-anak, remaja, maupun orang tua.

Waktu itu saya tidak ikut mengungsi dan keluarga saya. Setiap sore keluarga saya tidak bias tidur dan juga tetangga saya, karena nantinya gempa tsunami akan dating lagi.

Saya setiap sore mendengar dari radio atau tv, kalau di daerah Cilacap banyak ratusan korban yang terkena gempa tsunami. Setelah dua hari saya perg ke Karang benda dan Cilacap untuk melihatnya.

Dan ternyata di sana pun banyak korban yang sudah tergeletak. Dan saudara-saudaranya semua menangis karena ditinggal oleh, anak, ayah, nenek, dan ibunya. Dan korban itu juga ada yang belum ditemukan. Dan waktu saya melihatnya juga ibu-ibu di sana ada yang pingsan karena anaknya belum ditemukan.

Dan saya Bersyukur kepada Alloh karena di desa saya tidak separah yang aku lihat di daerah lain, dan saya juga berdoa agar teman-teman saya yang terena gempa tsunami semoga baik-baik saja. Tapi sampai hari rabu sekarang, teman saya juga ada yang belum juga berangkat, karena dia ketakutan kalau ada gempa tsunami lagi.

Saudara-saudara saya juga ada yang terkena gempa tsunami, tapi bersyukurlah saudara saya baik-baik saja. Semoga saja gempa ini tidak terulang lagi karena saya melihat gempa di Yogyakarta dan di Aceh sangat menakutkan.

YUNI SEPTIASARI (14 th), Karang Anyar, Adipala, 018


aku pulang dengan terburu-buru


Pada hari senin, di saat aku sedang bermain ke rumah temanku, tiba-tiba kudengar teriakan-teriakan tetangga temanku bahwa air laut desaku mengalir deras.

Di saat itulah aku terkejut hingga aku pulang dengan terburu-buru. Di saat aku pulang, banyak orang berlarian karena ketakutan. Semua rasa sedih dirasakan oleh semua warga di desaku.

Banyak anak tetanggaku semua kehilangan orang tuanya dan hampir ada anak tetanggaku yang menjadi korban. Namun alhamdulillah dia selamat dan sampai sekarang dia masih merasa ketakutan mendengar berita tentang semua itu. Keluarga pun bersiap-siap dan terburu-buru hingga pekerjaan pun ditinggalkan karena untuk menyiapkan barang-barang.

Pada hari selasa, tetanggaku semua pergi ke pegunungan untuk mencari keselamatan keluarga ku pun ikut. Di sana aku tidak bisa tidur karena rasa takut masih kurasakan begitu juga tetanggaku. Di saat aku mendengar banyak korban di peristiwa ini rasa takutku semakin bertambah.

Di saat peristiwa ini masih berlangsung aku di setiap malam pergi ke pegunungan bersama keluargaku dan aku pergi ke posko-posko kesehatan di sana pun aku melihat banyak orang yang memeriksakan dirinya tanpa membayar.

Dan pada saat di sanapun aku teringat teman-temanku, apakah mereka selamat atau sebaliknya. Aku sering berdoa kepada Alloh agar kejadian ini takkan terulang lagi.
Di peristiwa ini banyak orang yang menjadi korban dan di pertama kejadian ini aku dan temanku pada saat bermain ke rumah teman dan sebelum aku sampai di rumah temanku di jalan-jalan aku mencium bau yang sangat amis. Kupikir itu ikan yang sedang dikeringkan, tetapi di saat tetanggaku ke rumahku dia berbicara dengan kedua orang tuaku bahwa bau amis itu adalah air laut.

Di saat peristiwa ini aku sering melihat televisi untuk melinat berita dan kudengar di Jakarta ada gempa dan akupun makinketakutan tetapi aku pendam rasa takut itu dan banyak-banyak berdoa agar peristiwa ini tak terulang lagi.

ATIN PURWASIH (15 th), Bunton, Adipala, 017

Kejadian Tsunami

Pada hari senin sore saya mendengar tentang tsunami. Saya ketakutan. Saya dan orang tua saya pergi mengungsi ke Adipala. Sementara bersama orang tua saya, saya sangat takut sekali. Pada malam harinya saya mendengar di berita katanya Pangandaran yang kena dan Cilacap. Saya ingin pergi mengungsi ke Gunung, tapi tidak boleh kata orang air kautnya sudah seperti biasanya. Jadi saya tidak ketakutan lagi. Paginya saya pulang ke rumah. Saya pergi ke sawah, air lautnya sudah di sawah. Jadi saya ketakutan lagi. Siang harinya ada orang bilang air lautnya ke atas lagi, jadi saya siap-suiap lagi dan saya pergi mengungsi. Saya dan orang tua saya ikut mobil dan saya sudah sampai di pengungsian.

Ketika jam 12.30 kata orang air lautnaya sudah seperti biasanya lagi, jadi saya pulang ke rumah saya dengan dijemput oleh tate saya. Saya pulang ke Bunton. Di sana sangat ramai sekali, seperti tahun baru. Semua orang pergi ke laut, katanya ingin melihat keadaan laut dan saya pergi ke laut. Saya melihat orang mati tang terbawa ombak dan saya melihat dan dengar anak kecil juga terbawa ombak. Saya sangat takut dan saya pulang ke rumah. Di sana ada orang banyak dan membawa tas dan saya ikut-ikutan.

Ketika pagi-pagi kakak keponakan saya dating ke rumah saya. Katanya orang di kampug Bunton sudah tidak ada, dia pergi mengungsi ke pegunungan. Kata dia, sapi dan sawahnya diterjang ombak sehingga sapid an sawahnya pada mati. Pada sore harinya sekitar jam 06.00 WIB saya melihat di televisi, katanya sulawesi akan ada tsunami yang besar dan berhubungan dengan tsunami. Kemarin yang di Pangandaran dan di kampung saya orang pada siap-siap kalau ada apa-apa akan langsung pergi tidak repot kita harus waspada pada tsunami.

SUSANTI (14 th), Karanganyar, Adipala, 016

Kejadian Tsunami

Ketika terjadi tsunami, saya sedang tidur di kamar. Tiba-tiba saja tetanggaku berteriak, "tsunami..tsunami… cepat lari !!"

Aku bangun, dengan ergesa-gesa dan berlari sambil menangis mencari dan memanggil orang tuaku. Orang tuaku pulang dan berkata cepat kemasi baju-baju kita, dan seger mencari tempat yang tinggi. Orang-orangpun berlarian dengan sendirinya. Untung ada mobil truk yang membawa orang orang-orang desa ke pegunugan.

Waktu di perjalanan ada seorang ibu menangis dengan sedihnya, karena ketiga anaknya hilang entah kemana. Aku pun ikut bersedih dan kut menangis. Setelah sampai di pegunungan, keluargaku dan semua tetanggaku menangis.

Waktu terus berputar, hingga malam pun tiba. Semua orang tidak bias tidur, karena di pegunungan sangat dingin. Aku terus menangis dan berbincang dengan dengan teman-teman. Kejadian yang tak pernah disangka-sangka akhirnya muncul dengan tiba-tiba.

Sayang…. Kejadian tsunami itu membuat rakyat Indonesia semakin berkurang. Hingga tiga ari tiga malam kmi semua masih mengungsi di pegunungan.

Untungnya keluargaku masih tetap utuh hingga sekarang. Aku sangat bersyukur karena keluargaku masih tetap utuh dan berkumpul bersama. Mudah-mudahan kejadian tsunami tidak akan pernah terulang lagi. Amiin.

LUCITANIA DEWI (14), Penggalang, Adipala, 015


Kepanikan Saat Gempa dan Tsunami

Senin, 17/7/2006 lalu sekitar pukul 16.00 terjadi gempa berkekuatan 5,5 Skala Ritcher yang melanda Daerah Jakarta, Bandung, Pangandaran, dan Cilacap. Tak lama kemudian terjadi tsunami yang menimpa Pantai Selatan Pulau Jawa. Saat berita itu terjadi / tersebar, terjadi kepanikan di desa saya. Sungai Serayu yang dulunya tenang dan menjadi tempat mencari nafkah, kini menjadi tempat yang paling ditakuti.

Saat kabar tsunami tersebar, banyak warga yang lari ke sana kemari untuk mengungsi dan bahkan banyak warga yang menyiapkan tangga untuk menyelamatkan diri dengan cara naik ke atas genteng.

Berbeda dengan desa saya Penggalang, di sana sedikitpun orang-orang tidak merasakan kepanikan dan tidak akan pernah mengungsi. Warga di desaku hanya merasa panik jika rumah mereka di jarah oleh orang-orang yang tidak bertangung jawab.

Oleh karena itu, mereka hanya berdiam diri di rumah saja. Walaupun tsunami itu memang benar-benar terjadi, mereka hanya bisa pasrah dengan kejadian seperti di Aceh. Tapi alhasil kabar tsunami itu tidak benar-benar terjadi dan warga pun dengan senang menjalankan aktivitas mereka masing-masing.

Hari kedua bencana gempa dan tsuami masih dirasakan gonjang-ganjing oleh kami. Sekitar pukul 11.30 diisukan kembali berita tersebut. Berbeda dengan hari pertama, warga desa sangat tenang, tetapi sekarang mereka panik dan mereka berkumpul di jalan agar mereka tidak terkena reruntuhan akibat tsunami. Tetapi setelah aparat dari kelurahan mengecek, ternyata berita itu tidak benar dan warga pun kembali menjalankan aktivitas masing-masing..

KARIFUDIN (13 th), Penggalang, Adipala, 014

saya melihat orang-orang berlarian

Waktu saya bermain layang-layang di sawah, saya melihat orang-orang berlarian dan sepeda motor atau mobil melaju dengan kecepatan tinggi. Saya bingung dan gelisah, lalu saya lari untuk pulang.

Waktu saya pulang, saya mendengar ada gempa tsunami, lalu saya melanjutkan perjalanan untuk pulang ke rumah. Ddi rumah, Saya disuruh pergi oleh ibu. Warga di desaku pada pergi semua. Lalu saya pergi bersama-sama dengan warga desaku. Sementara Ibuku tidak ikut pergi.
Saya dan warga di desaku pada lari dengan anak-anaknya berlarian di sawah dan tidak merasakan capek. Saya dan warga di desaku bingung mau kemana.

Saya merindukan ibuku. Pas kejadian itu bapak saya tidak ada di rumah. Saya pergi ke Desa Karang sari. Saya melihat mobil truk akan berangkat untuk mengungsi. Saya dan teman saya naik, lalu warga lainnya lari terus untuk menyelamatkan diri dari gempa tsunami.

Kemudian saya turun dan bertemu dengan orang yang baik. Saya naik sepeda motor. Lalu saya diturunkan di depan pengungsi.

Tak lama kemudian, saya dan teman saya dijemput pakai sepeda motor untuk pulang dan tiba di rumah. Saya melihat warga yang belum ngungsi dan saya tidak bisa tidur, karena takut dengan gempa tsunami. Begitulah perasaan saya waktu ada gempa tsunami.

RIRIN YULIANA (23 th), Penggalang, Adipala, 013

saya menangis sambil berdoa

Pada hari senin saya bermain dengan teman. Dan saya juga membantu ibuku di dapur. Dan pada pukul 15.00 WIB ada salah satu orang memberitahukan bahwa di Bunton ada tsunami. Dan tetangga saya juga tahu, karena di pulang dari Bunton dan dia menangis-nangis. Dia bilang ke ibunya bahwa di bunton ada tsunami. Dan keluargaku dengar pembicaraan orang bahwa di bunton ada tsunami dan saya menangis sambil berdoa.

Ibuku menyuruh saya untuk memasukan baju ke dalam tas dan keluargaku sangat ketakutan dan keluargaku juga sudah siap-siap. Warga tahu semuanya dan jadinya warga saya ribut karena ada tsunami dan gempa bumi.

Semua ibu mencari-cari anak-anaknya dan bibi saya bingung karena dia mempunyai anak dan lindu (gempa) datang dan semua warga keluar rumah karena mereka takut nanti rumahnya hancur.

Pada pukul 19.00 WIB wargaku mengungsi. Mereka semua berlari-lari dengan cepat dengan sambil menangis. Saya ngungsi di rumah nenek. Semua warga ngungsinya jauh-jauh. Ada yang ke Purwokerto dan Maos dan juga ada yang ke masjid-masjid. Setelah itu lindu berhenti. Malam-malam saya menonton berita tentang gempa bumi dan tsunami.

Setelah itu saya tidur pada pukul 23.15. Saya dibangunkan oleh ibu,, katanya lindu akan datang dan tsunami juga akan datang. Semua warga memukul kentongan dengan keras, agar warga bangun.

Saya keluar rumah. Dan ternyata banyak sekali orang yang menyiapkan anda (tangga) di atap rumahnya. Di jalan banyak sekali orang yang berjalan menuju ke timur dan banyak motor, mobil, truk yang berjalan. Sementara saya membawa pakaian tidak banyak-banyak.

Banyak bayi yang dibawa lewat kuburan karena kuburannya dekat dengan pengungsian. Setelah itu lindu berhenti lagi dan saya masuk ke rumah lagi. Kemudian saya tidur lagi. Keesokan harinya saya pulang berjalan kaki, setelah itu saya sampai rumah.

YUNITA (14 th), Penggalang, Adipala, 012


ia menangis karena ketakutan

Pada hari senin saya sedang bermain dengan teman. Setelah saya bermain saya langsung pulang da saya dengr katanya ada yang bilang ada tsunami. Tetangga saya juga ada yang pulang dari Bunton dan dia menangis karena ketakutan. Aku jadi panic ketika mendengar ada tsunami.
Sekitar jam 07.00 WIB malam saya dan keluarga saya ngungsi di tepat yang aman. Di sana orang-orang banyak. Setelah sudah malam saya dan keluarga saya tidur.

Sekitar pukul 11.30 ada lindu (gempa) dan di sana sangat ramai orang-orang keluar rumah dan menyiapkan barang-barang yang mau dibawa. Dan saya sangat takut. Lalu saya dan keluarga saya pergi lagi ke tempat yang lebih aman.

Dan ada orang yang tidak ngungsi. Lalu saya dihentikan supaya jangan pergi karena tidak ada apa-apa. Jadi saya kembali ke tempat pengungsian lagi dan setelah sampai langsung tidur.
Setelah bangun tidur saya dan keluarga saya pulang sekitar pukul 05.00 dan pada hari selasa saya tidak berangkat ke sekolah karena saya masih yakin dan teman-teman juga tidak berangkat.

Pada hari rabunya saya juga tidak masuk sekolah. Dan pada hari kamis saya mulai masuk sekolah dan mulai pelajaran.

SLAMET PERMANA (13 th), Penggalang Pagak, Adipala, 011


saya sangat terkejut

Pada saat itu saya sedang bermain kelereng dan tiba-tiba saya mendengar getaran air yang cukup besar dari arah barat. Dan saya sangat terkejut dengan tiba-tiba semua warga kampungku semua aa .. pada keluar dari rumah. Dan pada saat itu saya memanggil nenekku yang sedang mandi di sumur.

Dan saya mendekati nenek, "nek..nek… ayu cepat kita lari"
"Emangnya ada apa sih met?"
Terus saya menjawab, "Ada gempa"

Dan pada saat itu, saya dan nenek lari menuju ke sawah. Dan pada saat itu saya dan nenek tertinggal jauh dari semua warga. Dan pada saat itu saya berpencar dan nenek saya lari terus menerus dan akhirnya saya menemukan temanku yaitu udin dan Simus. Saya dan kedua temanku menemukan truk yang akan menuju ke Banyumas dan poerasaanku takuuuut sekali.
Pada malam hari sekitar pukul 19.30 semua warga sudah pada pulang semua, tetapi saya dan kedua temanku belum pulang, akrena masih ketakutan. Dan pada saat itu saya melihat tetanggaku yang mungkin sedang mencari saya dan kedua temanku. Eh…. Ternyata benar, terus saya langsung dibawanya pulang dari tempat pengungsian.

Eh, setelah pulang dari tempat pengungsian saya langsung tidur, dan pada pukul 23.30 terdengar getaran lindu dan semuaku akhirnya pada-pada berkumpul kembali untuk menuju ke pengungsian. Begitulah perasaanku waktu mendengar tsunami.

LILI LISNANDAR (16 th), Gombolharjo, Adipala, 010


Saya kebingungan


Pertama kali saya dengar kabar tsunami sudah dating, saya sangat panic dan ketakutan. Saya melihat tetangga saya, semuanya pada pergi mengungsi. Saya kebingungan mau ikut ngungsi apa tinggal di rumah.

Tetapi kata ibu saya tidak usah pergi dari rumah. Ketika hari mulai gelap, tetangga saya sudah mulai pulang, tetapi kita harus waspada. Ayah saya tidak tidur, dia begadang sampai pagi.

Saya juga mendengar lagi katanya jam 10 pagi akan ada gempa susulan. Ternyata benar akan ada gempa susulan, tetapi tidak besar. Meskipun gempa susulannya tidak terlalu besar, tetapi kita harus tetap waspada dan bersiap untuk pergi.

Saya dan ayah saya sudah memarkirkan kendaraan di depan rumah. Jadi kalau ada gempa susulan, saya sudah tidak sibuk mengeluarkan kendaraan. Begitulah perasaan saya waktu dengar tsunami.

ANGGA DESRA E, (14 th), Penggalang, Adipala, 009

TERIMA KASIH TUHAN….

Pada hari senin sore saya dan teman sedang bermain sepak bola. Ketika itu seorang ibu teman saya berlari untuk memanggil teman saya. Dia berkata, "Yusuf, ayo pulang ada tsunami !"

Kami pun ikut berlari untuk melihat keadaan di Kali Serayu Penggalang karena kebetulan rumah saya dekat kali serayu tersebut. Ketika itu, ombak di kali serayu sedang tinggi dan besar. Untungnya rumahku dan rumah teman0-teman yang di pinggir kali berdaerah tinggi dan berbatu besar. Jadi ombaknya tidak bias mengikis tanah yang di pinggir kali. Kami pun pulang ketika air mulai surut. Di rumah kami di suruh mandi secepatnya. Ketika itu saya belum memasukan baju ke dalam tas, orang-orang mulai berlarian untuk mencari tempat yang agak tinggi.

Pada pukul 18.15, saya di suruh memasukkan buku-buku, surat-surat penting, dan baju ke dalam tas. Akhirnya semua selesai tiba-tiba kami disuruh naik ke dalam mobil dengan bak terbuka. Ketika pukul 19.oo kami berangkat ke Jatilawang. Tiba di sana kami langsung menurunkan barang-barang kami. Ketika pukul 21.00 terjadi gempa susulan itu membuat hatiku sedih teringat teman-temanku yang tidak ikut mengungsi dan teringat rumahku. Oh, sedihnya hatiku.

Pada hari selasa aku akupoun idak masuk sekolah karena masih trauma dengan kejadian tersebut. Kami terus menghidupkan televise untuk melihat berita.

Pada hari selasa sore saya pulang ke rumah kami. Besoknya saya pun masuk sekolah seperti biasa dan kami pun bermain seperti biasanya da ini erlangsung sampai hari ini. Terima kasih Tuhan, kau masih memberi berkah kepada kami. Amiin.

NGADIYO,(13 th), Adiraja, Adipala, 008

banyak orang-orang berlarian

Pada hari senin sore saya dan teman sedang bermain sepak bola di lapangan. Tiba-tiba saya melihat ke jalan banyak orang-orang berlarian sambil membawa barang berharga.
Oleh karena itu saya dan adik saya langsung pulag ke rumah menemui orang tua saya dan orang-orang ada yang bilang ada gempa tsunami di laut kidul.

Lalu saya dan orang tua saya langsung memberesi baju-baju di rumah, lalu saya langsung lari ke jalan naik truk. Di dalam truk banyak orang-orang yang menangisi anaknya di rumah.

Supir truk akan membawa kami ke tempat yang tinggi yaitu di Banyumas. Setelah sampai di sana saya dan orang tua saya langsung tidur di masjid dan supir truk itu langsung pulang untuk mengambil orang-orang yang ada di sana sambil melihat keadaan. Ternyata keadaan di sana aman-aman saja. Lalu Saya dan orang tua saya langsung pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, ibu saya dan orang-orang di sana tidak tidur.
Itulah perasaanku.

AJI AGUS BUDIANTO(14 th), Adiraja, Adipala, 007

Gelombang Tsunami itu Kecil…..


Waktu saya mendengar ada berita tsunami perasaan saya takut dan gelisah. Kemudian saya pulang dan langsung pergi ke Banyumas. DI sana saya mendengarberita dari salah satu orang katanya di Doplng air sudah mencapai 3 meter. Perasaan saya sangat sedih sampai saya tidak bisa tidur.

Kemudian jam 22.00 mendengar berita di tv katanya ada gempa tsunami. Di situlah perasaan saya sangat sedih. Kemudian saya pulang ke rumah, tetapi di rumah tidak ada apa-apa. Ternyata seseorang ang mengatakan di Doplang sudah 3 meter. Ternyata itu bohong dan sangat senang.

Waktu saya pulang ke rumah tidak beberapa lama kemudian seseorang lari dari arah selatan katanya gelombang tsunami dating lagi. Keluarga saya langsung pergi ke Kroya naik sepeda montor, tetapi saya tidak ikut karena tidak muat. Saya di rumah sendirian. Saya sangat takut dan memikirkan orang tua saya dan adik saya. Di sana saya sangat sedih karena saya tidak bersama orang tua saya. Tetapi beberapa lama kemudian tidak ada apa-apa. Ternyata gelombang tsunami itu kecil.

Begitulah perasaan saya waktu mendengar ada berita gempa tsunami. {ada waktu itu hari senin dan selasa. Tetapi waktu hari rabu saya pergi ke laut ingin melihat ombak di sana. Kata orang kalau malam harus siap-siap katanya ombak laut semakin besar. Perasaan saya sagat takut. Begitulah perasaan saya waktu saya mendengar berita tsunami.

AMELIA NINGRUM (13 th), Penggalang, Adipala, 006


ibu saya sedang sholat ashar

Pertama kalinya saya mendengar tentang kejadian, masalahnya katanya ada tsunami adalah hari senin. Terus saya sangat takut sekali, terus tetangga-tetangga pada rebut. Katanya air sungai sudah sampai di darat. Saat kejadian itu warga semua pada takut terus semua warga pada lari.

Pada saat itu ibu saya sedang sholat ashar. Pada kejadian itu saya dan adik saya menangis karena ketakutan waktu orang-orang sudah pada lari. Tetapi keluarga saya belum belum pada lari. Karena menunggu ibu saya sedang sholat. Setelah selesai ibu saya sholat terus keluarga saya semua pada lari.

Dengan rasa takut sekali, terus semua warga pada kumpul di depan masjid, tetapi saat itu aku berpisah dengan adik-adik dan ibuku. Dan saat itu aku sangat sedih takut kehilangan ibuku dan adik-adikku.

Pada saat aku berpisah dengan keluargaku, saya ikut gerombolan orang,. Saya mengungsi di Gunung pager Alang. Pada saat aku sampai di gunung pager alang, di sana aku menangis terus karena aku tahu tidak akan ketemu lagi dengan keluargaku.

Sudahlah menjelang pagi orang-orang pada ngomong katanya Penggalang tidak ada apa-apa, terus aku dan segerombolan orang pada pulang bersama-sama naik truk. Sudahlah sampai rumah, terus keluargaku semua sudah pada pulang. Dan saya sangat senang sekali setelah bertemu dengan keluargaku. Dan saat itu aku dipeluk dan dicium oleh keluargaku. Ibuku memeluk aku sambil menangis.

Dan malam rabunya jam 19.00 da geger – geger lagi, katanya airnya naik sampai ke darat. Terus semua warga sangat takut lagi dan keluargaku juga sangat takut. Adik-adik saya semua pada nangis, karena ketakutan. Dan ternyata ada orang bilang katanya tidak ada apa-apa dan keluargaku semua pada bersyukur.

Dan tadi malam saya juga pada malam kamis jam 21.00 malam katanya ada lagi. Terus ada orang yang bilang," jangan pada tidur". Terus keluargaku tadi malam tidak ada yang tidur. Katanya jam 01.00 malam akan terjadi itu lagi. Terus ternyata tidak pada tidur sampai jam 01.00 malam. Ternyata tidak ada apa-apa, terus kelurgaku tidur dech!! Sampai pagi , teryata tidak ada apa-apa sampai sekarang pun keluarga kami masih pada cemas dan khawatir.

SRI ENDAH MENTARI (15 th), Welahar, Adipala, 005


Orang-orang teriak tsunami… tsunami…

Hari itu tepat pukul 16.00 WIB. Orang-orang teriak tsunami… tsunami… Aku pun keluar rumah. Aku ingin tahu apa yang terjadi. Aku keluar rumah. Orang-orang lari ketakutan. Aku pun ikut lari. Aku mencari adikku ke kebun belakang rumahku. Namun adikku tak ada di sana dan aku lari pulang ke rumah. Aku mendengar adikku menangis. Ternyata adikku menangis karena takut. Soalnya ibuku di kebun dekat dengan laut.

Setelah aku mendengar adikku menangis memanggil-manggil ibu, aku ikut menangis. Tiba-tiba ibuku dating dan memanggil aku dan adikku. Kami sekeluarga siap-siap untuk pergi dari rumah, namun aku dan adikku disuruh pergi duluan ke rumah lilik.

Aku pun pergi ke rumah lilikku, sesampainya di rumah lilik. Lilik nggak ada di rumah, adiku pun menagis, minta pulang ke rumah. Aku pulang ke rumah dengan adikku.

Namun aku kelupaan tas yang dibawaku ketinggalan di teras rumah lilik dan malam harinya aku ambil tas dengan kakakku. Setelah mengambil tas aku dan kakakku pergi ke terminal Adipala untuk melihat korban orang-orang yang ngungsi. Lalu aku bertemu dengan kakak kelasku Kavinah namanya. Katanya air laut sudah sampai ke rumahnya. Dan akupun pulang lagi ke rumah.

Sesampainya di rumah kakak aku, yang ada di Hong kong nelepon katanya di suruh ngungsi ke rumah Lik Barudin. Namun ibuku tetap di rumah. Banyak orang-orang pergi ke Adipala untuk ngungsi namun banyak juga yang tidak mengungsi. Sudah pukul 23.15 aku pun tidur.
Pagi-pagi aku berangkat sekolah. Di sekolah semua membicarakan tsunami yang baru terjadi dan tidak banyak siswa yang dating. Mungkin teman-teman masih trauma. Ibu bapak guru menyuruh kami berdoa dan pulang.

Sesampainya di rumah katanya ada tsunami lagi. Katanya airnya sudah sampai Bunton koplak Dokar. Aku pulang ke rumah dan siap-siap untuk ngungsi. Namun itu hanya isu. Saya dan keluarga saya tidak jadi ngungsi dan katanya malam rabu sekitar pukul 23.00 WIB terjadi tsunami lagi. sDan sampai sekarang banyak teman-teman yang tidak masuk karena masih trauma.

ARIF YUWANA (13 th), Penggalang, Adipala, 004


saya ikut ronda

Pada hari senin saya dan kaka saya sedang di bengkel. Saat saya dan kakak saya sedang betulkan truk tiba-tiba ada gempa lalu saya pulang dari bengkel dan kakak saya kemudian saya dan kaka saya pergi ke sungai ternyata ada tsunami dan semua orang panic dan takut. Saya juga kemudian orang-orang pulang dan membawa benda-benda yang sangat berharga untuk dibawa engungsi. Saya pun ikut mengungsi. Setelah aman saya dan orang-orang pulang ke rumah dan tidur kecuali yang ronda di pinggir sungai, begitupun saya ikut ronda dari jam 22.30 s/d 03.15 WIB.

Pada hari selasa saya dan teman saya tidak berangkat sekolah karena masih takut dan panic, setelah menjelang alam saya dan orang-orang pun ronda lagi dari jam 20.00 s/d 03.00 WIB.
Pada hari rabu kata orang-orang sudah aman lalu saya berangkat ke sekolah. Setelah pulang sekolah saya bermain bola bersama teman-teman sampai jam 16.00. Setelah selesai main bola saya mandi dan tidur lebih awal karena saya sangat ngatuk, karena ronda dua hari dua malam. Ketika saya sedang tidur nyenyak tiba-tiba orang berteriak katanya ada tsunami dan terjadi gempa bumi pada jam 24.00 WIB.

Pada hari kamis saya berangkat ke sekolah karena sudah aman, saya berangkat sekolah bersama teman-teman. Begitulah perasaan saya takut dan panic terhadap gempa bumi dan tsunami.

RESTU, (13 th), Penggalang, Adipala, 003


Semua orang panik

Pada hari senin sore sekitar pukul 15.30 terjadi gempa bumi. Waktu itu saya sedang membantu orang tua.

Setelah 10 menit terjadi gempa lalu dating air yang sangat deras di pantai selatan. Semua orang panic dan takut dan berlarian ke sana ke sini. Setelah air sedikt reda, orang-orang desa pada pergi menfungsi ke sbuah gunung di Sanggrahan untuk menyelamatkan diri.

Pada malam harinya sekitar pukul 10 malam tsunami itu terjadi lagi orang desa semua panic lagi termasuk saya. Walaupun saya dan keluarga saya sudah mengungsi saya tetap panic.

Pada hari selasa saya pulang ke rumah untuk melihat situasi si sungai Serayu. Pada saat itu saya tidak boleh masuk sekolah dulu karena masih takut dan panic ada tsunami susulan.

Warga desa melakukan ronda malam untuk jaga-jaga kalau ada tsunami lagi.

Pada hari rabu saya sudahj agak sedikit tidak panic karena sudah tidak ada ysunami di desaku lagi. Saya cukup senang dan saya bermain seperti biasa di dekat Sungai Serayu. Saya dan teman-teman bermain sepak bola sambil melihat-lihat situasi di sungai. Saya juga memancing ikan di sungai dengan ayah dan teman saya.

Pada malam harinya pergi ke rumah bu gede saya untuk melihat keadaan apakah baik-baik saja. Terus saya pulang dan tidur. Sekitar pukul 12 malam ada orang ke rumahku katanya ada tsunami lagi. Saya dan keluarga saya panic. Saat mendengar kabar itu.

Pada keesokan harinya ternyata tidak ada apa-apa, tetapi sampai sekarag saya tetap merasa takut dan waspada kalau ada tsunami lagi.

IIN NUR INDAH SARI (15 th), Adipala, Adipala, 002


GEMPA TSUNAMI LAUT SELATAN

Pada hari senin tetangga saya pergi ke laut wiara paying. Mereka melihat ombak dengan ketinggian 3 meter. Setelah mereka tahu ombak dengan cepat mereka buru-buru l;angsung pulang.

Setelah mereka pulang, mereka bingung mau memberitahukan kepada orang-orang. Dia mengatakan kepada kedua orang tuanya bahwa air laut itu sudah dating ke widara payung.
Kedua orang tua itu sangat panic padahal orang-orang silangsur sudah pada mau mengungsi. Setelah kedua orang tua itu panic mau menguingsi ke mana kata orang-orang pun kali Serayu itu sudah mendarat ke jalan-jalan.

Setelah hari selasa orang-orang yang mengungsi itu sudah pulang. Ibu Rati pergi ke pasar setelah dia ke pasar orang-orang bilang katanya akan ada gempa susulan makanya semua orang pada waspada.

Desa srandil katanya yang jualan makanan di dekat laut pun juga kena tsunami. Adapun tetangga saya yang kena tsunami padahal mereka sedang mincing di bedaan tiba-tiba ombak laut dating dengan cepat. Lalu tetangga saya ke bawa air laut tapi tetagga saya pun selamat. Oleh karena itu kejadian tsunami. Itu sama saja kejadian yang di Aceh.

Orang desa silangsur semua pada mengungsi di Gunung ada juga ang di Purwokerto. Tetapi orang Adipala kebanyakan ngga ada yang mengungsi kemana pun. Akupun takut setelah tahu ada tsunami di Pangandaran laut selatan.

Ternyata tidak pun saya melihat di Aceh tapi saya mengalami juga nasibnya. Walaupun tsunami dating aku pasrah sama Alloh. Oleh karena itu anak tetangga saya ada yang terkena tsunami tapi selamat juga. Hari yang kedua pun aku takut kalau nantinya akan ada kejadian gempa tsunami susulan.

KURNIATUN (16 th), Karanganyar, Adipala, 001


kami mendirikan tenda

Pada hari senin sekitar jam 16.00 WIB saya ketakutan ketika warga berteriak air laut naik. Semua keluarga saya pergi mengungsi ke atas gunung bersama warga yang lain. Di sana saya sangat ketakutan. Lalu di sana saya bertemu sepupu saya, kami mendirikan tenda pada waktu itu.

Keesokan harinya saya pulang ke rumah sekitar pukul 03.00 WIB pagi dan saya pulang bersama ibu, adik saya, dan bapak saya. Setibanya di rumah saya bantu ibu di dapur hingga siang lalu saya dan adik saya kembal ke gunung, sedangkan ayah dan ibu di rumah. Mereka datang ketika sudah sore.

Di sana kami diberi makanan dan obat-obatan dan juga susu bayi. Di sana banyak sekali balita sekitar berumur 1-16 bulanan dan juga nenek-nenek dan ibu yang sedang hamil.

Hari kamis saya pulang karena harus berangkat bersekolah, lalu sepulang sekolah saya harus kembali ke gunung oleh orang tua saya karena takut apabila ada tsunami susulan, tetapi untung saudara-saudara kami tidak ada yang menjadi korban tsunami.