Sabtu, 03 Mei 2008

Nasim Nurohman (13 th), Binangun, 019

Desa Widarapayung Wetan RT 09 RW 02 Cilacap
Kamis, 24 April 2008

TSUNAMI

Pada sore hari sekitar jam 16.00, aku di ajak teman-teman bermain layang-layang di laut, lalu aku dan teman-teman pulang mengambil layang-layang dan berkumpul di halaman rumah pamanku. Tapi waktu itu saya lupa membawa sepeda, lalu saya mempersilahkan temanku berangkat dahulu dan aku pun pulang mengambil sepeda.

Tak lama kemudian teman saya kembali naik sepeda dengan sangat cepat serta dia bertkata, “Tsunami.. tsunami...”

Kemudian aku lari dengan sepeda. Sedudah sampai di jalan dekat rumah, aku teringat ibu saya yang ada di sawah sedang menanam padi dan saya pun kembali lagi untuk menjemput ibu di sawah.

Sesampainya di tengah jalan aku melihat ibu sedang berlari kencang karena ada tsunami. Lalu ibu naik sepeda bersama saya dan lari secepat mungkin.

Sesampainya di desa Bangkal aku melihat kakakku naik sepeda montor dan saya pun memanggilnya dengan keras, sesudah kakakku melihat aku di jalan dia langsung membawa saya dan ibu ke tempat saudaranya tetanggaku. Dan aku pun menginap di sana.

Waktu orang berkata tsunami sudah tidak ada pagi-pagi aku pulang dan langsung ke laut. Di laut aku melihat orang-orang yang sudah meninggal, dan ada orang yang berkata bahwa saudaraku ada yang meninggal karena saat terjadi tsunami dia sedang mencari karang di laut.

Aku pun sangat sedih mendengar hal itu. Demikianlah cerita aku saat terjadi tsunami di pantai widara payung.

Ridlo Subagyo (13 th), Binangun, 018

Kamis, 24 April 2008

TSUNAMI

Pada suatu hari saya sedang bermain sepak bola dengan kawan-kawan. Wakti iyu saya mendengar suara gemuruh dari arah selatan. Saya kira itu Cuma suara biasa lalu saya melanjutkan permainannya.

Beberapa saat kemudian, ibu saya memanggil dan saya berakata, “ada apa bu?”
Lalu ibu saya menjawab sambil tergesa-gesa, “ ada tsunami”

Lalu saya dan teman-teman merasa ketaukatan dan saya pun langsung pulang sambil berlari-lari sampai di rumah. Saya langsung beres-beres yang harus dibawa untuk mengungsi. Setelah saya beres-beres langsung saya pergi dengan keluarga saya.

Kebetulan waktu itu ayah saya sedang pergi, jadi saya dan ibu berjalan kaki tidak terasa saya sudah berjalan sampai Pucung. Lalu saya berhenti sebentar sambil bertanya-tanya, “Airnya sudah sampai mana ?”

Seseorang menjawab, “Sudah sampai perempatan Widara payung”.

Lalu ada seseorang memanggil saya ternbyata itu adalah ayah saya. Lalu saya disururh cepat naik kendaraan lalu ayah saya memutuskan mengungsi ke rumah saudara saya yang ada di Buntu.

Setelah saya sampai ke rumah saudara saya, saya langsung diberi minum air putih.
Dan saya disuruh untuk menginap saja sampai suasananya tenang kenmbali. Tak terasa saya sudah menginap selama 3 hari, dan saya pun pulang kembali ke rumah.

Pada waktu sampai ke rumah saya sebenarnya maih takut / trauma dengan kejadian tersebut. Tapi hari demi hari pun berganti dan trauma saya pun sedikit demi sedikit jadi hilang serta aktifitas di desaku pun normal kembali.

Sebenarnya masih ada yang kurang, yaitu tentang Bapak Presiden Sby pada saat pulang banyak sekali helikopter. Salah satu heli kopter yang membawa Bapak presiden dan saya pun snang sekali bisa bertemu dengan Bapak Presiden, dan pengalaman itu tidak akan saya lupakan.

Suyitno (13 th), Binangun, 017

Kamis, 24 April 2008

BENCANA TSUNAMI

Pada waktu aku sedang melaksanakan MOPP di sekolah. Aku merasa cuaca tidak menentu. Ketika pulang dari sekolah, aku dan teman-teman sedang bersantai dan bermain. Akan tetapi pada waktu pukul 16.00 orang-orang di sekitar rumahku mendengarkan suara ledakan selama tiga kali dari arah selatan. Pada pukul 17.00 ada seseorang yang berbicara ada tsunami dan anak-anak serta semua orang menjadi gelish dan berkata, “Tsunami”.

Aku pun merasa ketakutan pada waktu itu. Teman-temanku pun merasa bingung dan gelisah. Semua orang berusaha mengemas barang-barang mereka dan berusaha mengungsi ke tem,pat yang lebih tinggi dan jauh dari lokasi kejadian. Aku dan keluargaku serta kerabat dan tetanggaku juga akan segera mengungsi.

Aku dan keluargaku juga tak lupa mengems pakaian dan barang-barang yang penting dan berharga serta menyelamatkan diri dari bencana tsunami. Kami pun mengungsi ke pegunungan dan kerumah kerabatku. Malam pun kian menjelang. Saat itu aku tidak merasa lelah meskipun mengayuh sepeda dari desaku menuju ke kota Banyumas.

Tak terasa waktu terus berjalan kian menjadi lambat, dan saat itu banyak orang-orang yang ikut mengungsi ke pegunungan. Aku merasa prihatin karena kejadian itu merupakan peringatan dari Alloh SWT agar semua orang menjadi sadar dan bertobat.

Pada saat itulah aku sangat bersyukur karena aku, keluargaku dan semua orang masih diberi kesempatan untuk menjalani kehidupan ini.

Estiningsih (13 th), Binangun, 016

Kamis, 24 April 2008

TSUNAMI

Pada tanggal 17 Juli 2006 terjadi tsunami. Hari itu adalah hari pertamaku mengikuti MOS di SMPN 1 Binangun. Pada waktu sore hari sekytar jam 4 sedang berada di rumah mengerjakan PR sekolah. Setelah selesai mengerjakan PR, tiba-tiba ayahku datang dan menyuruhku membawa baju ganti.

Aku terkejut karena aku baru tahu kalau terjadi tsunami, akrena aku sedang asyik mengerjakan PR. Aku tidak mendengar orang-orang berteriak tsunami-tsunami. Sebelum terjadi tsunami terdengar suara ledakan.

Aku dan ayahku naik sepeda motor lalu berjalan ke utara terlebih dahulu kami ke rumah kakekku yang ada di tegalan tetap semuanya sudah pergi ke Kroya. Sepanjang jalan hanya orang yang berlarian menuju tempat yang aman. Kami ke rumah pamanku di Binangun. Aku pun turun di sana dan ayahku pergi untuk menemui keluarga ku yang ada di Widara Payung Wetan.

Pada waktu di tempat pamanku ada seorang anak yang terpisah dari keluarganya dan ditemukan oleh kakak tetangga pamanku. Di bernama meli. Di sana dia terus menangis.
Setelah ayahku kembali kami pun melanjutkan perjalanan ke Kroya. Di perjalanan kami bertemu dengan teman-temanku.

Sesampainya di Kroya kami bertemu dengan keluargaku di tegalan. Kami menginap di rumah saudaraku. Selama di sana, ayahku terus mencari sayudaraku yang masih terpisah. Kami menginap di sana sampai kabar tsunami reda. Setelah satu minggu kami pun pulang ke rumah.

Budi Setiyono (13 th), Binangun, 015

Budi Setiyono (13 th), Binangun, 015
Kamis, 24 April 2008

TSUNAMI

Kejadian itu adalah kejadian yang sangat memprihatinkan, ketika saya sedang asyik bermain dengan teman di dekat rumahku, tiba-tiba banyak orang yang berlari-lari sambil menangis. Merekla kelihatan sangat ketakutan, trauma dan sangat memprihatinkan. Aku pun langsung pulang. Dan aku sempat mendengar suara orang yang menjerit sambil menangis histeris.

Aku langsung masuk ke dalam rumah dan aku memberitahukan keluargaku kala di smping rumah banyak orang berlari-lari dan mengendarai kendaraan dengan sangat ketakutan. Kami pun langsung menghampirinya dan kami sempat mendengar teriakan orang yang mengatakan, “Tsunami…tsunami…”

Kami pun langsung menuju ke rumah, untuk bersiap-siap untuk mengungsi. Kami memakai kendaraan sepeda. Di perjalanan kami melihat banyak orang menangis histeris dan pada waktu yang sangat memperhatikan ini banyak orang tiodak memperhatikan dirinya. Mereka sampai tidak sadar karena saking ketakutannya sampai mereka terjatuh karena jalan sangat padat itu. Kami pun sangat sedih.

Ketika waktu hampir larut malam, kami beristirahat di desa Sanggrahan. Banyak anak-anak kecil menangis mencari ibu dan keluarganya, dan banyak juga orang kelaparan karena pada waktu mereka pergi tidak membawa bekal karena sangat panik dan takut. Dan banyak pula orang yang kedinginan, kehausan,. Kemudian kami mendapat berita tentang laut itu, katanya sudah tidak ada apa-apa lagi. Kami pun terus pulang.

Saya sangat lelah dan cape karena sudah menempuh perjalanan yang sangat jauh. Sesampainya kami di rumah, saya langsung makan dengan lahapnya. Dn sesuadah selesai makan, saya tidur. Ketika itu saya tidak memikirkan sekolahan yang sedang menjalani MOPP itu, tepatnya hari senin bulan Juli 2006 lalu. Beberapa hari itu saya sangat was-was. Sampai hari ini, juga saya masih takut akan hal itu terjadi lagi.

Sukur AS (13 th), Binangun, 014

TSUNAMI

Pada waktu sore hari sekitar pukul 16.00 terjadi Tsunami di Pantau Selatan pulau Jawa. Pada waktu terjadi tsunami aku sedang bermain sepak bola bersama teman-teman. Sedang asyik-asyiknya bermain bola aku mendengar suara gemuruh dari arah selatan. Tiba-tiba ada orang berlarian dari arah selatan sambil berteriak tsunami.

Aku langsung berlari ke utara untuk mencari tempat yang aman. Aku terus berlari dan sekitar 4 kilometer aku berlari. Aku bertemu dengan keluargaku. Aku langsung naik motor. Dan sekitar pulul 18.00 aku mendengar adzan . aku dan keluargaku langsung menuju masjid. Di masjid aku berwudlu dan sholat. Setelah selesai sholat, aku berdoa supaya keluarga ku diberi perlindungan. Aku dan keluargaku m,enginap di Masjid semalaman.

Di pagi hari aku pulang ke rumah dengan keluargaku. Di rumah aku diajak ikut mencari tetanggaku yang tertimpa tsunami. Di pantai banyak orang berserakan yang sudah meninggal. Sudah lama aku dan tenman-teman mencari tetanggaku yang hilang di pantai tidak ketemu juga. Aku dan teman-tyeman pulang ke rumah.

Pada pukul 11.00 kata orang-orang akan ada tsunami susulan. Aku dan keluargaku siap-siap untuk pergi dan membawa barang-baragang yang penting saja. Aku dan keluargaku pergi ke desa Kalisalak. Di sana aku bertemu dengan ortang yang baik hati dan ramah. Aku dan keluargaku di suruh masuk.

Taufik Nurrohman (13 th), Binangun, 013

TSUNAMI

Pada waktu itu bertepatan dengan MOPP di sekolahku, yaitu SMPN 1 Binangun. Pada waktu pukul kira-kira 16.00 WIB sore ketika saya sedang asyik bermain layang-layang dengan kawan-kawan. Tiba-tiba ada suara gemuruh dari arah selatan Pulau Jawa. Saya kira itu hanya suara orang yang iseng menyalakan petasan yang besar. Lalu dari arah selatan terdengar suara orang-orang yang berlarian dan berteriak, “Tsunami, tsunami”.

Karena ketakutan saya melepaskan benang layang-layangku dan berlari sambil menangis. Di rumah saya mengatakan kepada ibuku yang sedang di dapur dan sdang menggorng ikan sebagai lauk untuk makan nanti malam. Ibuku berkata, “Bagaimana ini?”

Ayah dan kakakku sedang pergi. Saya dan ibuku sangat bingung. Tetangga-tetangga saya pun berlarian untuk mengungsi sambil membawa barang-barang berharga serta pakaian. Lalu saya dan ibuku menata baju-bajuku dan ibuku, serta kakak dan ayah.

Pamanku memanggil, “Ayo cepat”

Lalu kami pun tergesa-gesa sampai dompet ibuku terselip diantara baju-baju yang di karung. Lalu saya menggendong tas dan membawa karung dan keluar rumah. Tiba-tiba pamanku yang saya suruh untuk menunggu sudah menunggu lebih dulu. Saya dan ibuku pun lari untuk mengungsi.

Untung saja di perempatan ada tumpangan mobil bak milik Pak Lurah. Kami pun segera naik. Jalan sangat padat. Ada juga orang-orang yang mengungsi dengan berjalan kaki. Di belakangku ada orang yang sudah terkena tsunami. Tubuhnya belepotan dengan pasir dan basah kuyup kedinginan. Orang tersebut mengatakan, “Tsunami sudah sampai di perempatan Widara payung”

Kami pun sangat ketakutan. Karena sedang ada pembanguna irigasi, jalan pun menjadi macet. Ketika saya sampai di perempatan Pucung , aku dan ibuku turun dari mobil, karena kami bertemu dengan ayah. Dan kami pun naik motor untuk ke Buntu. Ketika kami baru sampai di Kroya, aku bertemu dengan tetanggaku.

Banyak orang-orang yang mengungsi di gedung-gedung tinggi, karena keadaannya sangat buruk, kami pun berpisah dengan tetanggaku. Kami pun mwngungsi ke Buntu, karena di sana ada teman ayahku. Day saya pun menginap di sana untuk satu malam. Saya tertidur di sana, dan ketika saya bangun, kakakku sudah ada di dekatku. Karena hal tersebut hati saya sedikit tenang. Dan saya tidur lagi. Paginya kami pun pulang ke rumah untuk mengetahui keadaan yang terjadi. Ternyata baik-baik saja.

Munfati’ah ( 13 th), Binangun, 012

KISAHKU PADA WAKTU TSUNAMI

Pada sore hari sekitar jam 16.10 WIB aku dan temanku sedang bermain. Salah satu dari mereka mendengar deburan, tapi kami tidak membahas itu, karena kami berfikir itu hanyalah pertir yang berbunyi. Kami pun menlanjutkan permainan.

Beberapa saat kemudian ada orang yang berteriak, “Tsunami, tsunami...” dan juga banyak kendaraan dari arah selatan menuju kami, mereka ketakutan. Saya dan teman-teman berkumpul di tepi jalan. Orang tua kami juga mencari kami. Setelah itu akupun pulang dan merapikan baju untuk di bawa.

Pada saat di perjalanan saya melihat banyak orang yang berjalan kaki, tetapi saya sangat bersyukur kepada Alloh SWT, karena keluarga kami mempunyai motor. Jadi kami bisa sampai tujuan dengan cepat. Setelah sampai di puncak krumput, aku menggigil. Sebelumnya kami hampir roboh beberapa kali.

Sekitar jam 21.30 WIB kami mendapat kabar bahwa desa kami tidak terkena bencana itu dan pantai sudah kembali normal. Kami pun pulang, dan kami pun menginap di rumah nenek, tempatnya di Karang mangu Kroya.

Ayahku meninggalkan kami untuk pulang ke rumah dan menjemput kami sekitar jam 04.00 WIB. Kami pulang ke rumah dengan lega.

Sumarsih (13 th), Binangun, 011

KISAH TSUNAMI DI CILACAP

Jeritan dan tangisan para warga di halaman rumah. Mereka berlari ke sana kemari tak keruan ketika salah satu warga desa memberitahu kami bahwa air laut melambung tinggi sampai 5 meter. Kami semua pun tak dapat membayangkan bagaimana seandainya air laut sampai ke permukiman kami.

Tak berfikir panjang semua warga panik dan mereka membawa barang-barang yang dibutuhkan yang terutama pakaian dan mereka para ibu ketakutan karena anaknya belum juga pulang. Akhirnya ketika si anak ibu tersebut pulang, sang ibu langsung mengajak anak-anaknya pergi meninggalkan rumah.

Begitu semua warga mendengar bahwa air laut sudah sampai sungai, para warga lari ketakutan. Orang-orang yang rumahnya ada di selatan, lari menuju ke Gunung Karang salam. Yang lebnih menyedihkan bagi saya adalah kakek saya tidak bisa berjalan, akhirnya keluarga saya membawa kakek dengan mobil. Setekllah di tengah perjalanan, saya melihat hanya ada tangisan dan verita para ibu, nenek dan anak kecil yang terpisah dari kedua orang tuanya. Ketika malam tiba, semua orang ada yang terus berbondong-bondong menaiki motornya ke arah utara. Dan ada sebagian warga tinggal di pengungsian dan sebagian lagi di masjid-masjid.

Yang lebih menyedihkan ketika anak dari kakak saya menangis mencari ibunya, karena pada waktu itu anak kakak saya itu bersama saya, ibu dan ayah saya. Ketika malam tiba semua warga mendengar kembali berita bahwa pada pukul 12.00 WIB malam nanti akan terjadi tsunami kembali. Dengan adanya kabar tersebut para warga yang tadinya reda, kini kembali panik dan terjadi lagi para warga berbondong-bondong pergi meninggalkan pengungsian, padahal di pengungsian telah disiapkan obat-obatan dan makanan.

Setelah itu saya, orang tua dan adik saya terus mendatangi pengungsian untuk mencari kakak saya sampai di masjid Danasri. Ayah saya menyiarkan kakak saya ada di masjid tersebut atau tidak. Lalu kami sekeluarga terus mencari tempat pengungsian dan setiap pengungsian terus didatangi dan disiarkan nama kakak saya, tapi belum juga ketemu. Waktu terus meranjak malam dan belum juga ketemu. Anak dari kakak saya terus menangis.

Waktu telah menunjukkan pukul 11.00 WIB. Namun belum juga ketemu, sampai akhirnya kita pasrah karena sudah 2 jam mencari, tapi belum juga ketemu. Sampai akhirnya, ayah saya mengajak kami pulang ke rumah, tetapi saya tidak mau karena waktu sudah larut malam. Di tengah perjalan saya dihubungi oleh kakak saya bahwa ada di rumah anak dari kakak ibu saya, lalu kami sekeluarga berputar balik menuju ke Pucung, karena kakak saya ada di Pucung. Setelah sampai akhirnya di sana kakek dan nenek saya. Kita bersama-sama ada di situ. Setelah itu kami semua makan bersama.

Pagi telah tiba, para warga pun pulang menuju rumah masing-masing dan hari keduanya kami kembali mengungsi. Setelah sampai ke pengungsian kami diberitahu oleh para dinas dari Cilacap bahwa tak ada tsunami lagi. Akhirnya kami pulang kembali ke rumah masing-masing.

Ratih Suryaningsih (13 th), Binangun, 010

TSUNAMI

Pada hari senin sore tepatnya tanggal 17 juli 2006 di Kabupaten Cilacap dan wilayah yang ada di Pesisir Pantai, ada bencana yang mengakibatkan trauma yang sangat besar, yaitu : TSUNAMI.

Pada saat itu pamanku seperti biasanya memanjat pohon kelapa untuk mengambil aren di pesisir laut. Bencana itu terjadi ketika pamanku sedang mengambil aren yang terakhir.

Tiba-tiba air laut bergerak ke utara dengan sangat cepat. Karena cepatnya, sepeda pamnku sampai terseret arus. Aren yang sudah dipanjatnya tumpah, dan tempatnya hilang terbawa arus air laut.

Setelah air mulai surut, pamanku langsung pulang. Ketika di rumah dia gemetar. Oleh karena itu pamanku ditanya sama isterinya, paman bilang ada tsunami. Bulik cemas karena nenek dan kakek sedang memetik padi di sawah.

Tak lama kemudian ada banyak motor dan orang mengendarainya menangis sambil bilang suruh mengungsi, katanya airnya sudah sampai jalan raya. Karena hal itu, Bulik langsung membawa anak dan keponakan-keponakannya mengungsi karena saking gugupnya sampai satu motor dinaiki 6 orang.

Ketika di jalan anak Bulik menangis minta makan. Di jalan itu sedang macet sampai kakiku terkena kenalpot motor orang lain. Setelah itu Bulik melihat ada jalan kecil, ia lewat jalan tersebut. Kemudian anaknya terus menangis karena lapar dan haus. Sampai di tanjakan, Bulik terserempet motor lalu kami jatuh dan berdarah.

Ketika kami sadar, kami sudah ada di rumah orang, dan anak Bulik sedang makan dan minum.

Risky Rinanda H (14 th), Binangun, 009

LEGENDA TSUNAMI DI
PANTAI SELATAN


Pada tanggal 17 Juli 2006 telah terjadi gempa dengan kekuatan 6,9 skala ritcher dan menghasilkan tsunami. Bencana tersebut terjadi sekitar pukul 16.30 dan setelah saya mendengar berita tersebut, saya dan juga ayah sya pergi ke pantai untuk melihatnya. Dan ternyata banyak orang di sana. Orang-orang di sana sedang mengambil ikan dan saya pun ikut mengambil ikan. Ikan itu terbawa hamparan ombak.

Sekitar 20 menit kmudian ombak itu ke utara kembali, namun tidak sebesar yang poertama. Karena saya takut terjadi kembali, sapa pun pulang. Setibanya di rumah, saya dan ayah pun dimarahi, mungkin karena yang memarahi itu khawatir. Di daerah saya sudah tiada orang yang tersisa. Mereka semua sudah mengungsi. Kemudian saya dan keluarga pergi mengungsi di rumah saudara, rumahnya di pasuruan Kecamatan binangun.

Di sana saudara-saudara saya berkumpul. Stelah saya dan ibu saya di sana kemudian syah saya pulang ke rumah bersama tetangga laki-laki untuk menjaga rumah dari kemalingan.

Di pengungsian tersebut saya tidur semalam. Setelah pagi pun saya pulang. Dan saya melihat sekolahku yang megah ini SMP N I Binangun, digunakan untuk menaruh para mayat yang terkena bencana. Dai bencana tersebut, amsyarakat dari desa saya yang terbawa arus / ombak ada sekitar 3 orang yang meninggal.

3 hari kemudian ada kabar dari orang-orang akan terjadi tsunami susulan. Pada saat itu ayah dan ibu saya sedang melihat pantai yang terkena bencana tsunami tersebut.

Kemudian saya dan saudara saya mengungsi ke daerah Kroya belum sampai ke tempat pengungsian saya dijemput oleh kedua orang tua saya untuk pulang ke rumah. Dan ternyata kabar tersebut hanya isu saja. Setelah sekitar satu minggu baru kami melaksnaakan kegiatan seperti biasa.

Riyadi (13 th), Binangun, 008

TAMU TAK DIUNDANG DARI PANTAI SELATAN

Pada tanggal 17 Juli 2006 daerahku digmparkan oleh kedatangan tsunami. Waktu itu menunjukkan pukul 16.00 sore saya sedang di rumah saudara saya. Pada perjalanan pulang satya terkejut dengan orang yang berlarian ketakutan dan meneriakkan tsunami.

Waktu itu saya diajak oranguntuk pergi ke daerah yang lebih tinggi. Tepatnya di Pageralang. Di situ banyak sekali orang yang sedang mengungsi. Ada juga anak yang terpisah dari ibu dan saudara-saudaranya. Dan ada juga ibu yang menangis keilangan anaknya. Di situ saya bertemu dengan tetangga saya. Saya tidur di pekarangan. Poagi hari, subuh saya pulang.

Banyak orang menangis takut akan kehilangan harta bendanya. Dalam perjalanan pulang saya bertemu dengan nenek yang membawa cucu-cycunya. Kejadian itu mengingatkan saya pada keluarga saya. Bagaimana nasibnya? Saya bertanya pada diri saya sendiri.

Waktu sampai di rumah, semua pintu terkunci tak ada satu orang pun yang ada di rumah. Namun saya tetap menunggu di rumah. Setelah lama menunggu, akhirnya keluargaku yang panik kebingungan mencariku akhirnya pulang juga. Dan kami sekeluarga berkumpoul dan benar aja kekhawatiran mereka.

Sementara itu banyak rumah-rumah yang dijarah oleh para maling. Pada sore harinya ada isu tsunami akan datnag lagi, tapi tak semua orang percaya. Ada yang berpendapat brita itu benar, namun saya , bapak, dan ibu serta adik saya mengungsi lagi. Namun kakak saya tidak mau mengungsi. Saya mengungsi di Pucung karena saya pikir tsunami susulan tak akan lebih besar dari sebelumnya. Dan benar ternyata berita itu memang tidak benar.

Orang-orang yang terpisah dengan anaknya akhirnya bisa bertemu kembali dan saerah kami kembali tenteram dan aman. Para petani pun melanjutkan tugasnya di sawah. Semoga bencana itu tidak datang lagi. Mungkin ini peringatan dari Alloh SWT agar kita tidak lupa pada Sang pencipta.

Agus Priyanto (13 th), Binangun, 007

AMUKAN PANTAI SELATAN

PANTAI Selatan mengamuk, tepatnya pada tanggal 17 Juli 2006 yang mngakibatkan sebagian pantai selatan porak poranda. Pada waktu itu banyak perahu nelayan yang terdampar di pantai. Pada waktu itu banyak orang yang berlarian ke sana ke mari, tanpa tahu tujuan. Mungkin yang ada di benak mereka hanya terfikirkan lari dan lari.

Adapun orang yang berlari menggendong kakek-kakek yang sudah tidak bisa berjalan. Pada waktu itu juga banyak tukang ndheres yang berlari cepat. Dan dia tidak terfikir bahwa ia sedang memetik aren di pesisir pantai.

Pada waktu itu, awalnya saya tidak percaya pantai selatan mengamuk, tetapi saya mulai berfikir kenapa banyak orang yang berlari kesana kemari yang tidak mnghiraukan harta bendanya. Setelah itu kami sekeluarga pergi ke tempat yang tinggi tetapnya ke Pageralang. Di sana banyak sekali orang yang mengungsi sampai jalan pun macet total.

Tu malam, kami semua di sana melakukan sholat berjamaah agar kami semua terhindar dari mara bahaya yang hampir mengancam jiwa kami semua.

Dan pada pagi harinya kami semua mulai banyak yang pergi dari tempat itu, untuk kembali ke rumah mengetahui keadaan rumahnya masing-masing.

Pada waktu saya leat di balai desa banyak orang yang meninggal dengan wajah dan tubuh tertutup pasir semuanya dan terbujur kaku dengan pose-pose yang menakutkan.

Amri Fatchurrohman (13 th), Binangun, 006

BENCANA TSUNAMI

Pada tanggal 17 Juli 2006 kira-kira pukul 16.30 terdengar suara ledakan yang cukup keras. Pada saat itu saya sedang berada di rumah teman saya. Setelah mendengar suara itu saya langsung pulang ke rumah dan pada saat itu juga ada seseorang yang datang dari arah selatan. Ia mengendarai sepeda motor dan berkata kalau terjadi tsunami.

Setelah mendengar berita itu saya dan keluarga saya pergi ke arah utara untuk menyelamatkan diri. Ternyata di jalan penuh sesak dengan orang-orang yang akan mengungsi. Di jalan saya melihat banyak anak-anak yang menangis karena terpisah dari orang tua mereka, karena pada saat itu mereka langsung mengungsi tanpa pulang ke rumah.

Setelah mengalami perjalanan yang cukup panjang, sakhirnya saya sampai di rumah saudara saya yang berada di pegunungan. Di sana juga banyak terdapat kerabat saudara saya yang sedang mengungsi pula. Di sana saya diberi makan dan minum seadanya. Di sana saya merasa jauh lebih aman dari pada di rumah saya.

Pada keesokan harinya saya pulang ke rumah setelah situasi cukup aman, tetapi sekitar pukul 09.00 WIB banyak orang-orang kembali ke utara untuk mengungsi. Keadaan itu membuat orang-orang di desaku ikut mengungsi kembali begitu juga dengan keluargaku.

Untuk sementara saya mengungsi ke Kebarongan. Saya mengungsi di sebuah masjid. Di sana saya mengungis dengan tetangga-tetangga saya yang berada di desa. Di sana saya mengungsi untuk melepaskan rasa lelah.

Setelah hari mulai gela[, saya kembali melakukan perjalanan ke rumah saudara saya yang lain yang rumahnya juga berada di poegunungan. Setelah saya melakukan perjalanan yang cukup lama, akhirnya saya sampai di rumah saudara saya itu, tetangga-tetangga saya pun ikut mengungsi ke rumah saudara saya. Dan kita semua bermalam di sana, tetapi saya tidak dapat tidur dengan nyenyak. Keesokan harinya saya kembali pulang ke rumah, setelah keadaan sudah cukup aman.

Akibat bencana itu banyak orang tewas dan pendidikan belajar saya menjadi tertunda,. Tetapi setelah itu keadaan kembali seperti biasa aku pun berangkat ke sekolah lagi.

Novi Tria Y (13 th), Binangun, 005

BENCANA TSUNAMI

Pada tanggal 17 Juli 2006 di Pantai Selatan tergoncang tsunami. Pada saat itu ku dan teman – teman lagi mengaji di Mushola. Lalu aku dipanggil oleh kakak aku untuk pulang. Lalu aku mengambil sepeda dan langsung mengendarainya. Dan temen-temen pun ikut pulang.

Di saat kami di perjalanan, di tenag-tengah jalan ada banyak orang yang mengungsi lalu ada orang yang meminta tolong dan ada juga yang teriak-teriak. Ternyata ada tsunami.
Lalu aku mengendarai sepeda dengan cepat dan teman-teman menghilang.

Setelah beberapa lama aku kembali bertemu dengan temanku, lalu aku tanya ada apa? Ternyata katanya ada tsunami. Aku cemas dan khawatir. Setelah itu aku ketemu dengan saudaraku.

Aku terus melaju dengan sepedaku. Kata orang-orang tsunaminya sudah sampai di Kemojing. Lalu aku sangat khawatir, padahal aku lagi mengendarai sepeda lagi menuju Banjarwaru. Lalu aku dan teman-teman menangis dan aku pisah dengan teman-temanku. Aku tinggal sendirian. Aku terus melaju.

Aku melihat banyak kecelakaan karena banyak motor yang berantrian. Akhirnya aku bertemu kembali dengan temanku yang lain, aku disuruh istirahat. Kemudian aku beristirahat, aku disuruh minum oleh orang sana. Beberapa saat kemudian aku melanjutkan perjalanan. Perjalanan pun aku melewati berbagai tipe jalan, ada jalan yang naik dan ada pula yang turun, aku pun takut.

Pada pukul 18.00 sore aku istirahat kembali di tempat pengungsian. Di sana aku bertemu lagi dengan teman-teman sekolahanku. Kami saling tanya bertanya tentang segala kejaiadian yang sudah kami lwati. Setelah itu aku disuruh untuk membeli roti untuk dimakan. Akupun berencana akan pulang besok pagi

Lalu ada yang mengajakku pulang. Aku pun pulang. Namun di jalan aku aku akan jatuh dengan temanku karena jalannya memang menurun. Di sana aku ketemu dengan tetanggaku, dan akupun ikut tetangga dan mengungsi di rumah sakit.

Agus Wahyudi (13 th), Binangun, 004

AMUKAN PANTAI SELATAN

Amukan Pantai Selatan terjadi pada tanggal 17 Juli 2006. pada saat itu saya dan teman-teman sedang bermain bola. Pada pukul 16.30 ada seseorang tukang nderes ngepit cepet banget ngetepet dan berteriakan kalimat, “Tsunami...tsunami”.

Pada awalnya saya tidak percaya tetapi di belakang tukang nderestadi ada tiukang nderes lagi juga negpit ngetetpet sambil berteriak tsunami.

Kemudian setelah tukang nderes yang kedua, saya dan temen-temen baru percaya dan berlari ngetetpet-ngetepet kembali ke rumah masing-masing. Untuk mengambil sepeda dan dan pergi sendiri-sendiri ngetepet maning.

Saya berlari pulang tetapi di blok saya banyak orang dan ada yang ke laut untuk melihat kejadiannya dan ada orang yang sengaja datang ke laut hanya untuk emngambil ikan. Tetapi orang-orang di blok saya tetap di rumah. Bila air laut kembali besar kami baru dan mungkin mengungsi.

Banyak anak kecil di daerah saya yang pergi sendiri-sendiri sampai jauh misal sampai di Kemranjen atau Kroya (Buntu) sampai beberapa hari. Ada yang sampai 4 hari atau 5 hari. Dan juga sampai sesudah tsunami orang tuanya mencari-cari tidak ketemu. Padahal anak ini masih kecil dan hanya memakai celana pendek tidak memakai baju.

Mega Ana Pratama (13 th), Binangun, 003

EMOTIONAL LOVE SONG

Pada waktu saya masih duduk di kelas 7, terjadi sesuatu yang tidak saya duga yaitu terjadi tsunami. Oleh karena itu saya dan keluarga pergi ke rumah tante di Sirau.

Setelah tiba di sana, tiba-tiba saya dihadang oleh perempuan yang sangat beautifull. Ketika dia memandang saya hatiku langsung dag dig dug seperti hatiku mau pecah. Setelah beberapa hari saya tinggal di sana saya merasa dia adalah perempuan yang setia.

Setelah itu saya pun tahu sipa nama dia. Ternyata dia pun satu sekolah dengan saya. Na...ma... dia adalah .... (ada aja!). dia dulu duduk di kelas 7 B setingkat dengan saya.

Setelah tsunami berakhir saya pun pulang ke rumah saya. Setelah di rumah saya merasa kesepian sekali. Saya merasa rindu dengan kejailan dia. Sampai sekarang perasaanku ke dia tiada berhenti. Kalaupun saya sesekali emosi dengan kenalakan dia tetapi entah kenapa perasaanku kedia tidak pernah akan hilang.

Entah mengapa perasaanku kedia tidak akan hilang tapi entah mengapa saya tak berani untuk mengungkapkan perasaanku kedia. Tapi di hatiku mempunyai dua pilihan. Saya bingung mau pilih A dengan kenakanlannya yang fun. Atau pilih M...dengan kepolosannya yang dia miliki. Apa mungkin aku mengungkapkan perasaanku ke kedua cewek tersebut. Atau aku tetap seperti ini aja ¡ atau menunggu waktu yang tepat....!

Ini membuat aku benar-benar menjadi bingung and upset. I minta maaf apabila ada kata-kata yang salah. Demikian.

Karisma (13 th), Binangun, 002

TSUNAMI

Pada tanggal 17 Juli 2006, semua orang menjerit ketakutan. Aku yang sedang bersantai-santai di depan rumah bersama bapak dan ibu, seketika mempalingkan muka ke jalan raya yang sipenuhi dengan kendaraan bermotor. Wakti itu aku dan keluargaku tidak tahu apa yang terjadi. Tapi, setelah aku mendengar suara teriakan itu, mereka meneriakkan, “Tsunami... tsunami...”

Jjantungku langsung berhenti sejenak, kaki terasa lemas dan rasanya aku ingin pingsan. Bapak dan ibuku langsung bergegas menyiapkan kendaraan dan membereskan barang berharga milik kami. Kakakku yang waktu itu baru saja pulang, langsung menaikkanku ke atas motor.

Aku dan ibuku tak henti-hentinya mengucap asma – asma Alloh. Saking sesaknya jalanan, aku melihat banyak orang yang mengambil jalan pintas. Ada yang melewati jalan yang tak semestinya, sampai-sampai ada banyak kecelakaan. Waktu itu aku berfikir, hidupku hanya sampai di sini, tapi Tuhan berkata lain. Aku dan keluargaku masih doiberi kesempatan hidup.

Menjelang malam pukul 19.00, adzan isya pun ku dengar. Untung saja tempat aku mengungsi sekrang dekat dengan masjid jadi aku bisa sekalian sholat. Dalam sholat aku berdoa agar Alloh mau memaafkan dosa-dosaku dan kedua orang tuaku dan aku berharap Alloh mengirim cobaan ini hanya untuk memperingatkan agar manusia lebih bisa menginstrospeksi dirinya sendiri.

Setelah aku slesai sholat aku dengar ada pengumuman dari Polres setempat kalau Daerah tempat aku tinggal sudah aman. Aku dan keluargaku pun bergegas pulang, walaupun masih dengan perasaan was-was. Setelah aku sampai di rumah aku bersyukur banget sama Alloh. Waktu sampai di rumah ternyata sudah jam 21.00. makanya dari tadi mataku merem melek terus.

Dua hari setelah kejadian tsunami, Bapak dan Ibu Negara, Bapak Sby dan Ibu Ani Yudhoyono ibu negara, berkunjung ke daerahku. Waktu itu aku berharap dengan berkunjungnya Bapak Presiden, mungkin bisa meringankan beban masyarakat di daerahku.

Siang harinya ibu dan kakakku pergi ke tempat yang terkena dampak tsunami, aku dan kakakku tak bisa berkata apa-apa. Ternyata benar apa yang dituliskan di ayat suci Al-Qur’an “jika Alloh sudah berkata terjadi ya terjadilah”.

Ternyata ini semua keagungan Alloh. Banguna yang dibuat dari besi betonpun bisa hancur rata dengan tanah, hanya dengan air laut, dan dengan waktu yang tak kurang dari tiga menit, Dan manusia yang memiliki akal dan dan bisa berlaripun tak luput menjadi korban.

Subkhanalloh...Keagungan tuhan. Di ssana aku masih melihat banyak mayat berserakan, dengan tubuh yang tak sempurna dan tersayat-sayat. Bau busukpun mulai tercium, aku tak prcaya, aku dan keluargaju masih selamat dalam musibah besar ini.

Ningsih Winarti (13 th), Binangun, 001

DILANDA TSUNAMI

Saya sebenarnya sedikit tahu tentang keadaan laut, yang kadang-kadang besar dan sebagainya. Jika saya mau menyempatkan diri memperhatikan keadaan sudah pasti saya langsung mengambil sikap siap-siap untuk berjaga-jaga.

Namun saat itu aku sedang duduk santai sambil baca-baca. Jadi tidak aku perhatikan pertanda yang nampak. Malah ibu aku yang paling dulu melihat dan mendengar orang-orang pada berlari dan berteriak-teriak, “Ada tsunami”

“Lihat ¡” katanya sambil menuding ke arah orang-orang yang berlari dengan kekhawatirannya.
Dengan cepat ibuku juga dengan khawatir mengemas pakaian dan segala macam untuk di bawa.
“Kita harus pergi,” kata ibu.
“Terlalu berbahaya jika kita terus di rumah. Lebih baik kita mengungsi dan lebih berhati-hati....”

Kalimatnya terpotong karena saat itu terdengar suara sperti ledakan yang begitu keras.
Kami cemas seiolah-olah saat itu juga orang-orang menangis, bersedih dan khawatir.kami sempat pergi dengan keadaan cemas, kami pergi ‘ntah kemana arah tujuan, hingga kami sampai di sebuah rumah yang jauh dari tempat tsunami itu.

Kami di sana menginap dengan dengan keadaan takut dan sedikit tidak nyaman tapi hal itu tidak kami hiraukan.

“Yang penting kita menyelamatkan diri,” kata ibuku.
Setelah kita menginap beberapa hari,kami ingin sekali pulang. Dengan rasa ingin tahunya keadaan desa. Namun tiba-tiba ayahku datang. Ia mengatakan, “air laut itu tidak sampai ke rumah kita, tetapi jangan dulu pulang.”

Kami semua senang mendengar kabar itu. Seketika itu pula kami masih merasa cemas dan gelisah dengan keadaan ini.

Hari kemudian kakakku mengambil keputusan, tanpa pikir panjang lagi, ia sangat nekat ingin pulang.

“Jangan pergi ! keadaan di sana masih berbahaya, air laut belum surut”, kata ibu melarangnya.
Karena saat itu gelombang laut belum juga surut seperti semula, tapi kakakku sudah membulatkan tekad untuk memngetahui keadaan di sana. Apapaun resiko yang dihadapi, ia harus mengetahui keadaan sekarang.

Ibuku begitu panik dengan kenekatan kakakku itu, kini semua khawatir. Namun ketika kakakku pulang, ia bercerita keadaan di sana, “Ada seorang tetangga kita dapat menyelamatkan diri dari gelombang yang begitu dahsyat, ketika dia sedang mencari ikan di laut dan dia melihat gelombang yang datang bgitu besar. Kemudian dia berlari dengan sekuat tenaga dan memanjat pohon kelapa yang tinggi,” kata kakakku menceritakannya.

Dan di hari kemudian kata saudara-saudaraku air itu telah surut. Kini semua merasa senang. Dan ingin sekali kembali ke rumah. Kami meutuskan untuk pulang, walau dengan keadaan masih takut. Akhirnya kami sampai rumah, kami pun belum bisa tidur di malam hari itu karena kami masih khawatir denganan keadaan air laut itu.

Dan pagi-paginya kata orang-orang di desaku mengatakan, “Tidak usah khawatir air sudah kembali normal seperti biasa,” katanya.

Kami erasa senang dan bahagia karena kami dapat menyelamatkan diri walau air itu tidak sampai ke rumah kami.

Akhirnya kami kembali ke dalam kehidupan semula dan tidak ada ancaman lagi bencana tsunami.