Minggu, 29 Juni 2008

Penutupan KML 2008

Hari ini, ahad 29 Juni 2008 kegiatan KML yg dselenggarakn Lemdikacab Cilacap dg brtempat d SMPN 1 Binangun tlah selesai dlaksanakan.Dari 44 peserta dipilih 10 terbaik. Rangga Jumena adlh peserta terbaik 1, Jayus Ka Kwarran Binangun 2&Sobirin 'Mr. Bean' 3

Rabu, 25 Juni 2008

KML 2008

Mulai senin-sabtu, 23-29 Juni 2008 dgn brtempat d SMP N 1 Binangun Cilacap diaadakan Kegiatan Kursus Mahir Lanjut [KML] 2008. Jumlah pserta yg ikut sbanyak 46 orang, yg brasal dr Pembina Siaga, Penggalang sampai Penegak, serta trsebar dari SD, SMP&SMA.

Jumat, 20 Juni 2008

Semarak Perpisahan 2008

Dgn brtempat d Lap. SMPN 1 Binangun,Cilacap,Rabu,18 Juni lalu tlh diadakn Kegtn Perpisahn&Pelepasn kls
9.Kegiatan tsb diikuti&dimeriahkn oleh seluruh elemen civitas akademika,spt: Kepala Sekolah,
dewan guru,karyawan&slrh siswa dg mnampilkn macam2 kreasi.

Sabtu, 14 Juni 2008

Cristina, (14 th), Binangun

Adik saya tertawa


Senin 17 Juli 2006. Waktu itu saya sedang bermain dirumah teman. Tiba-tiba ada salah seorang tetangga saya berlari panic dan sangat ketakutan. Dia berteriak, “Tsunami… tsunami…” sambil terengah-engah.

Sontak kaget dan saya langsung berlari pulang ke rumah. Ketika sampai di rumah, adik dan kakak saya sudah siap-siap di atas motor. Saya langsung naik ke atas motor tanpa bersiap-siap untuk membawa harta benda sepeserpun.

Dalam perjalanan kami menjemput nenek kami.

“Mbah, mbah, tsunami…. mbah!!” kata adik saya berteriak.

Nenek saya yang waktu itu berada di sawah berlari ketakutan tanpa membersihkan diri terlebih dahulu.

Selanjutnya kami pergi dengan menggunakan motor ke rumah saudara kami yang ada di Desa Danasri. Di sana nenek saya membersihkan diri dari kotoran sawah dan meminjam pakaian. Tapi setelah kami memberi kabar bahwa ada tsunami. Seluruh warga di desa tersebut ikut melarikan diri.

Kami pun terus pergi melanjutkan perjalanan kearah utara untuk mencari tempat yang lebih tinggi.

Di tengah perjalanan, kami melihat banyak orang yang melarikan diri. Diantara mereka kami melihat ada sepasang kakek dan nenek yang berboncengan dengan menggunakan sepeda onthel.

Adik saya tertawa karena melihat ada orang berlari dengan mengenakan handuk dan rambutnya masih penuh dengan shampoo.

Kami terus berlari menggunakan motor kea rah utara. Sesampainya di perbatasan Desa Jati dengan Sirau, kami mendengar kabar dari seorang Kepala Desa bahwa air laut sudah kembali surut. Dengan perasaan yang agak tenang, sesampainya di rumah, saya mandi dan membersihkan diri.

Setelah itu, ada salah seorang kawan saya bercerita bahwa rumah paman saya kemalingan.

Pagi harinya saya mendengar kabar bahwa di Daerah Pantai Widarapayung ada sekitar 98 orang yang tewas karena tsunami.

Akhmad Hidayat Syah, (13 th), Binangun

Terjadinya Bencana Tsunami


Pada tanggal 17 Juli 2006, aku pulang sekolah, lalu dibelikan sebuah sepeda. Pada pukul 16.00 terjadilah bencana tsunami di Pantai Widarapayung dan menghebohkan seluruh warga di desaku. Berduyun-duyun warga meninggalkan desa untuk mengungsi ke tempat yang lebih tinggi agar selamat.

Sementara itu aku dan keluargaku masih menunggu ayahku yang sekarang ada di pantai itu. Alhamdulillah ayahku selamat dan masih diberi umur panjang oleh Alloh SWT. Ternyata beliau masih hidup dan hanya luka sedikit.

Pada malam harinya di desaku seperti desa mati. Hanya keluargaku dan tetangga dekatku yang tidak mengungsi. Kami berbincang-bincang. Tak lama kemudian ke rumahku datang seorang perempuan dan keluarganya. Mereka menginap di rumahku satu malam dan mereka makan di rumahku.

Keesokan harinya datang seseorang dari Jakarta namanya Bang Nakin, ia ahli akupuntur dan pengobatan lainnya.Pada siang harinya ayahku mendapatkan sebuah sumbangan yaitu kardus mie untuk makan. Lalu mereka pergi lagi ke rumah salah satu teman ayahku.

Mereka berbincabg soal terjadinya tsunami itu yang menewaskan banyak orang. Kejadian itu terjadi begitu saja dan banyak nyawa yang hilang, bahkan ada wanita yang hamil meninggal di sana dan banyak bangunan yang rusak.

Hari berikutnya, di rumahku banyak sekali orang datang karena ingin diobati oleh bang Nakin. Semua pasiennya bisa sembuh labih cepat.

Beberapa waktu kemudian, melalui pemerintah, dilakukanlah pembangunan kembali Pantai Widarapayung. Dan pantai yang saat terjadinya tsunami mengalami kerusakan yang hebat dan menjadi prakporanda, maka kembali menjadi indah.

Namun kejadian tsunami masih berbekas di pantai itu dan masih memberi kenangan buruk bagi orang-orang di sana. Begitulah kisahku pada waktu tsunami itu terjadi dan begitu cepatnya merenggut nyawa seseorang yang sangat berharga.

Arif Setiawan, (15 th), Binangun

Bencana Tsunami di Pantai Selatan


Pada sore sewaktu sedang asyik bermain di sawah, cuaca cerah tetapi tiba-tiba berubah dengan drastic menjadi mendung. Dan pada saat yang sama orang-orang terlihat berlarian menuju rumah masing-masing. Aku pun bingung, lalu ada orang yang memberi tahu bahwa terjadi tsunami di Laut Pantai Selatan.

Aku pun langsung lari menuju ke rumah. Setelah sampai di rumah, tetangga saya pada menangis ketakutan. Lalu saya dan keluarga pergi mengungsi ke daerah yang lebih tinggi.

Saya naik motor, lalu di jalan terjebak kemacetan yang cukup panjang. Setelah sampai di pegunungan saya dan keluarga mengungsi di sebuah warung makan. Ternyata di situ saya bertemu dengan orang yang rumahnya tidak terlalu jauh dari pantai.

Dia berbicara ke saya katanya rumahnya terkena tsunami, tetapi untungnya semua anggota keluarganya tidak ada meninggal. Dia berbicara lagi, katanya tsunami itu terjadi Cuma 1 – 2 detik saja. Namun banyak pula menelan korban khususnya di desa Widarapayung dan Sidaurip.

Keesokan harinya saya pulang, tetapi di desa hari, katanya akan ada lagi tsunami susulan, tetapi ternyata tidak terjadi lagi. Sekitar 1 – 3 minggu peristiwa itu sudah terlupakan, tetapi kadang-kadang masih teringat. Kadang-kadang saya takut kalau bermain ke laut, tetapi sekarang sudah tidak lagi.

Ketika ada ramalan pada tanggal 21 Juni 2006, tsunami akan terjadi lagi, tetapi kani tidak percaya desa kami akan dilanda tsunami. Dan memang ternyata tidak terjadi lagi, kami pun sudah melupakan hal-hal yang tidak begitu baik itu.

Bambang DS, (15 th), Binangun


Bencana Tsunami di Pantai Selatan


Pada sore hari cuaca cukup beda dari hari biasa, karena hari mendung dan suara gemuruh si sebelah selatan. Tak lama kemudian, orang-orang berlarian sambil membawa harta benda dengan tergesa-gesa. Ternyata terjadi tsunami yang cukup tak diduga oleh saya, karena saya sedang berada di rumah teman saya. Kemudian saya pulang.

Di rumah tidak ada orang. Keluarga saya sudah lari terlebih dahulu. di desaku sepi sekali. Lalu saya mencoba mengungsi ke daratan yang lebih tinggi. Pengalaman saya itu takan terlupakan, karena bencana itu baru peretama kali di pantai saya. Untungnya air laut tidak sampai ke permukiman penduduk.

Kemudian saya mencari keluarga saya ke tempat para warga desa saya mengungsi. Perasaan saya cukup tidak tenang, karena saya juga belum berhasil menemukan mereka dan keponakan saya.

Hati saya tergores saat bibi saya dikabarkan meninggal karena bencana tersebut. Hati saya menangis karena bibi saya baru menikah sekitar 20 hari dan mengandung anak sekitar 2 bulanan.

Keesokan harinya keluarga saya mencari bibi saya yang belum ditemukan. Saat terjadinya bencana tersebut bibi saya dan suaminya sedang jalan-jalan di pantai. Pada siang ahrinya, alhamdulillah bibi saya berhasil juga ditemukan.

Periostiwa itu terjadi pada tanggal 17 Juli 2006. Saya cukup heran, karena kejadian tersebut tidak dipercaya akan melanda desa saya dan sekitarnya.

Selasa, 10 Juni 2008

Yusuf Budi AA, (13 th), Binangun


Saya dan keluarga sangat capai

Pada suatu hari tanggal 17 juli 2006 saya habis pulang bermain. Saya membuat layang-layang dengan gembira. Pada pulu 4 sore adzan ashar terdengar, saya juga sudah selesai membuat layangannya.

Tiba-tiba kulihat orang-orang yang dekat dengan pantai itu terlihat wajahnya yang sangat ketakutan dan saya dengan keluarga bingung.

Kemudian terdengar orang-orang berteriak tsunami. Semua orang panik mendengarnya. Saya sekeluarga langsung pergi ke arah utara. Di jalanan memang sudah sangat ramai sampai berdesak-desakan.

Saya dan keluarga sangat capai, panas dan pukul 05.30 sore saya dan keluarga tiba di Pageralang. Di Pageralang saya bertemu dengan tetangga saya. Kami semua duduk di tempat penjualan buah-buahan yang pada waktu itu kebetulan pemiliknya sedang tidak berrjualan.

Pada saat itu, ayah saya pergi untuk mencari makanan karena kami sekeluarga sangat lapar, sambil mencari informasi lewat HP tentang keadaan rumah. Pada waktu itu Hpnya ngedrop, jadi akhirnya nggak bisa menghubungi siapa-siapa.

Setelah ayah pulang, kami semua pergi lagi dan akhirnya benhenti lagi setelah jauh. Kebetulan ada orang yang menawarkan istirahat di rumahnya. Kami juga nggak tahu tiba-tiba orang itu memberi kami makanan, minuman.

Kami semua sangat bersyukur pada Tuhan dan berterima kasih pada orang itu. Malamnya kami belum pulang ke rumah. Kami diberi tikar untuk tidur di rumah orang itu.

Keesokan harinya setelah tahu informasi, bahwa di rumah aman, maka kami pulang dan berhenti di rumah saudara saya di Kroya dan kami menginap dua hari di sana. Setelah dua hari itu, kami semua pulang dan pada saat itu saya mulai masuk sekolah lagi.


Lisa Uswatun Khasanah, (13 th), Binangun


semua orang panik dan heboh

Pada tanggal 17 juli 2006 tepatnya hari senin jam 4 sore. Ada kejadian yang sangat mengejutkan semua orang. Pada saat kejadian itu saya baru pulang dari rumah teman. Tiba-tiba nenek saya memberi tahu katanya ada tsunami.

Saat itu pun semua orang panik dan heboh. Semua orang pergi mengungsi ke rumah saudara yang lebih aman.

Pada saat perjalanan menuju ke rumah saudara untuk mengungsi ada beberapa kejadian yang menghambat perjalanan, karena jalan sangat ramai dan penuh dengan kendaraan bermotor. Setelah sampai semua orang bernafas lega dan sangat senang.

Pada pagi harinya kami pulang ke rumah. Keadaan masih sangat sepi, karena kebanyakan orang masih mengungsi. Mungkin masih takut akan tsunami susulan. Selang beberapa hari keadaan mulai membaik dan normal.

Setelah kejadian itu, semua orang menjadi mempunyai pengalaman yang pahit, sedih dan mungkin menyenangkan bagi mereka yang merasakan.

Crisma Ardhi PD, (14 th), Binangun


menginap di sebuah Mushola pribadi


Pada suatu hari setelah saya masuk SLTP. Beberapa hari kemudian tepatnya tanggal 17 juli 2006 pada sore hari aku mendengar suara ledakan. Saya kira itu petasan, malah setelah beberapa jam waktu kemudian banyak orang berlarian dari arah selatan. Semua panik dan teriak-teriak, “Tsunami…tsunami”.

Terus saya juga ikut panik. Saya pergi ke utara tanpa ada tujuan yang jelas, yang penitng menyelamatkan diri dan di perjalanan saya bertemu dengan teman, terus saya ngikut.

Sampai akhirnya saya dan teman berhenti di Sumpiuh dan menginap di sebuah Mushola pribadi. Lalu pada malam hari, saya tidak bisa tidur dan tidak tenang. Kemudian saya dikabari bahwa bapak, ibu, dan adik saya tidak pergi ke mana-mana.

Keesokan harinya, sekitar pukul 05.00 saya pun pulang ke rumah dan akhirnya semua selamat. Karena kebesaran Tuhan, malah di rumahku dijadikan tempat mengungsi dari saudara-saudaraku. Dan semua keluargaku merasa bahagia dan bersuka cita.

Karena anugerah Tuhan Yang Maha Esa, bencana, duka, luka telah dilewatkan dengan selamat.

Rina Setiawati, (14 th), Binangun


saya dan adik saya kebingungan

Pada tanggal 17 Juli 2006 pukul 16.00 di daerah Pangandaran atau Pantai selatan Jawa terjadi bencana tsunami.

Pada waktu itu saya dan adik saya sedang bermain. Tiba-tiba terdengar suara gemuruh dari pantai selatan dan banyak orang yang berlari sambil menangis mencari keluarganya masing-masing.

Saya dan adik saya kebingungan mencari anggota keluarga saya. Kemudian saya bertemu dengan kakak saya dan kami pun segera pergi ke tempat yang lebih aman. Kami pergi tanpa membawa uang sepeserpun dan tanpa membawa apa-apa.

Pada saat itu semua jalan penuh dengan orang-orang yang berlari sambil menggendong dan menggandeng keluarganya. Mereka berlari sambil menangis dan kebingungan. Saya dan keluarga saya mengungsi di rumah saudara di daerah pegunungan.

Setelah keadaan aman dan tidak ada isu adanya gempa atau tsunami susulan, kami sekeluarga pulang dengan perasaan was-was dan takut apabila ada kejadian yang sama lagi. Kami melakukan aktifitas seperti semula lagi.